Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]
Catatan Ukhty: Pancasila Dalam Pandangan Nilai Keislaman Nahdlatul Ulama
Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]

Breaking News

Jumat, 16 Juni 2017

Pancasila Dalam Pandangan Nilai Keislaman Nahdlatul Ulama

Pancasila Dalam Pandangan Nilai Keislaman Nahdlatul Ulama
Ilustrasi NU dan Pancasila.
Ilustrasi NU dan Pancasila. Image: NU Online
Oleh: Ubaidillah Achmad

WAWASAN , ARRAHMAH.CO.ID - Saya setuju pandangan Harry Tjan Silalahi dan kawan kawan di komunitas lintas agama jawa tengah yang menegaskan, bahwa pancasila bukan sebagai pilar negara, namun sebagai dasar negara. Hal ini didasarkan perbedaan makna antara istilah pilar dan dasar. Selain itu, Ir. Soekarno, Ulama NU, dan pakar filsafat Indonesia, Prof. Driyarkara SJ, telah dengan tegas menguraikan filosofi pancasila sebagai dasar NKRI.

Alasan pancasila sebagai dasar negara Indonesia, karena Indonesia dibangun dari kesadaran para leluhur tentang arti penting yang terdapat dalam butir pancasila yang memiliki motto hidup dalam keragaman atau kebhinekaan. Pancasila sebagai dasar bernegara ini, berfungsi sebagai fundasi dan perekat kesatuan di tengah keyakinan dan keragaman masyarakat Indonesia. Pancasila dapat memperkuat karakter budaya masyarakat, sehingga tidak tercerabut dari budaya para leluhur yang mewarisi beraneka ragam budaya nusantara.

Bukti kekuatan ideologi pancasila, telah mampu menyatukan perbedaan aneka ragam budaya dan beberapa ideologi dunia yang digagas para filosof dan yang dikembangkan oleh mereka yang ingin mencapai kehendak kuasa di tengah kehidupan lingkungan sosial. Jika di analisis, adanya fenomena keberadaan pancasila versus kelompok komunal, karena kemunculan kelompok komunal yang memiliki kehendak untuk berkuasa. Kelompok komunal ini, bermula dari kepentingan kolonial, kapital, dan kekuasaan.

Bersamaan ketiga kepentingan ini, sekarang ini telah muncul kerjasama busuk antara penguasa, pengusaha dan ketokohan seseorang dalam masyarakat. Ketiganya, telah sepakat menggunakan bahasa kebenaran agama dan etika universal, seperti Hak Asasi Manusia dan Keadilan. Sehubungan dengan kehendak kuasa ini, diperlukan para penjaga kebenaran universal dan ajaran agama yang kompeten dan gigih, sehingga aman dari siasat mereka yang mencari keabsahan kehendak kuasa. Misalnya, dengan memanfaatkan tafsir keberagaman di tengah konflik kepentingan.

Dalam upaya menjawab problem kepentingan di atas, para Ulama yang tergabung dalam ORMAS NU, telah dengan tegas menjadikan keragaman kearifan lokal sesuai asas pancasila yang memiliki motto: Bhinneka Tunggal Ika. Dalam perspektif Ulama NU, asas pancasila ini dapat menjadi sebagai dasar dan kawasan historis pengembangan nilai ajaran agama Islam.

Model keberagamaan ini sudah berkembang sejak Walisongo, yang disebut dengan istilah model pribumisasi Islam. Hal ini bertujuan adanya keberlangsungan nilai Islam dalam konteks kehidupan lokal masyarakat pribumi. Konsep pribumisasi Islam ini, juga memberikan peluang kepada keyakinan agama yang lain supaya dapat memperkuat kearifan masyarakat dengan nilai agama yang diyakini tanpa harus menghapus adat istiadat dan tradisi masyarakat lokal.

Pancasila: Prinsip Dasar NKRI

Istilah dasar negara dalam sub judul ini, tidak bisa disamakan dengan istilah pilar negara, karena dasar dan pilar memiliki makna yang berbeda. Ibarat sebuah rumah, pilar rumah adalah tiang rumah dan dasarnya adalah fundasi rumah. Sebagai prinsip dasar filosofis negara (philosophische grondslag), pernah disampaikan Ir. Soekarno (Presiden Pertama RI), pada 1 Juni 1945 di depan 

Sidang BPUPKI. Dalam kesempatan ini, sekarang dikenal sebagai Hari Lahir Pancasila.
Dalam pidato Ir. Soekarno, telah mengibaratkan Indonesia sebagai wadah, Ibarat sebuah wadah bisa selamat tidak retak jika didasarkan di atas dasar bernama Pancasila (Pidato 17 Juni 1954). 

Perumpamaan Ir. Soekarno ini dijelaskan oleh Prof Driyarkara SJ sebagai berikut: manusia mengakui sebagai keberadaan yang kontinggen atau tergantung kepada keberadaan Yang Mutlak, Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, karena keberadaan manusia bersama yang lain, maka ia memerlukan sikap yang berperikemanusiaan, yang adil, yang beradab, dan yang bersatu untuk tidak terpecah-belah antar sesama warga negara Indonesia.

Dengan didasarkan pada Pancasila, maka tumbuh dihati sanubari warga negara hasrat kebangsaan untuk saling menghargai keberagaman, yaitu berbeda beda namun tetap satu juga (Bhinneka Tunggal Ika). Konsep Bhinneka Tunggal Ika ini, telah menjadi sarana untuk membangun kebersamaan sesama warga negara dan bagsa. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan masa depan bangsa indonesia yang lebih baik sesuai dengan dasar pancasila.

Rumusan dasar berbangsa dan bernegara yang bernama Pancasila ini, adalah hasil diskursus Bapak bangsa bagaimana merumuskan semangat ketuhanan dan keragaman hidup para leluhur bangsa. Sebagai hasil diskursus dari para Bapak Bangsa, Ir. Soekarno telah mendapatkan amanah besar untuk meyakinkan dan membangun kesadaran masyarakat, bahwa pancasila merupakan prinsip kearifan hidup yang sudah turun temurun sejak para leluhur bangsa Indonesia.

Sebelum menjadi rumusan indah yang dirasakan sesuai dengan semangat bangsa Indonesia, Ir. Soekarno bersama yang lain telah bekerja serius menggali rumusan ini, diantaranya Mr. Soepomo dan Mr. M. Yamin. Dengan tetap memberikan penghargaan kepada para pendiri bangsa ini, Ir. Seokarno akhirnnya menetapkan Dasar Negara pada 18 Agustus 1945, bersama Panitia Sembilan Perumus Dasar Negara sebagai amanat PPKI.

Panitia sembilan yang menghasilkan Piagam Djakarta ini, telah beranggotakan Moh. Hatta, Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Agus Salim, Abikusno Tjokrosujoso, Ahmad Subardjo, Mr. Muh. Yamin, dan A.A. Maramis. Hasil rumusan lima dasar pancasila ini, telah kita saksikan bersama keutamaan dan kekhasan pancasila yang memuat nilai luhur para leluhur bangsa Indonesia.

Dokumen Pancasila ala Nahdlatul Ulama
Dokumen Pancasila ala Nahdlatul Ulama


Nilai Keislaman NU

Islam merupakan agama yang mengajarkan prinsip ajaran secara vertikal dan secara horizontal. Prinsip ajaran vertikal terumuskan dalam konsep TAUHID yang memiliki dampak pada perubahan pandangan dan sikap manusia. Jika ketauhidan subjek baik, maka dengan sendirinya akan mempengaruhi kebaikan pandangan dan sikapnya secara vertikal. Dengan kata lain, potensi kesadaran tauhid setiap orang secara otomatis akan mencerminkan kemerdekaan sikap seseorang di tengah lingkungan agama dan budaya masyarakat sosial.

Karenanya, sikap ketauhidan juga akan membentuk kesadaran kehambaan manusia dihadapan Allah dan kmerdekaan manusia di tengah kemerdekaan para penghuni langit dan bumi untuk menjalankan haknya masing masing. Adapun yang membedakan kemerdekaan manusia dengan yang lain, adalah adanya kemerdekaan untuk menentukan hak sekaligus kewaiiban diri sebagi manusia. Contoh kewajiban manusia, menjalankan fungsi kekhalifahan di antara penduduk bumi.

Karenanya, jika ada seseorang merampas hak individu, maka sama halnya ia telah melakukan dua kesalahan secara bersamaan: pertama, melanggar hak asasi manusia. Kedua, melanggar kewajiban kekhalifahannya. Jika keberadaan manusia dikaitkan dengan prinsip Tauhid, maka keberadaan manusia mencakup tiga prinsip yang harus dilaksanakan secara bersamaan: pertama, prinsip yang bersifat vertikal, yaitu untuk selalu condong, tunduk, dan pasrah kepada Allah. Kedua, prinsip secara horizontal, yaitu memahami hak sebagai manusia dan sekaligus melaksanakan kewajibannya.

Dalam konteks keindonesiaan, para Ulama Nahdlatul Ulama telah berhasil mengkontekskan cakupan makna tauhid yang dapat didialogkan dengan semua warga negara untuk bersama sama memberikan prinsip nilai keindonesiaan, yang dikenal dengan prinsip ideologi Pancasila. Sikap terbuka para Ulama NU ini, telah ditunjukkan dengan sikap para Ulama yang terbuka terhadap pandangan warga negara dan mengakomodir semua elemen bangsa untuk terut bersama sama memikirkan filosofi hidup yang dapat menjadi fundasi atau mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bagaimana kontekstualisasi nilai keislaman Nahdlatul Ulama (NU) berkontribusi terhadap pancasila? Sebelum penulis menjawab pertanyaan ini perlu ditegaskan, bahwa jawaban ini bukanlah jawaban yang bersifat klaim sebagai satu satunya sumber nilai bagi dasar negara RI, bernama pancasila. Artinya, nilai keislaman NU merupakan salah satu di antara nilai yang dapat menambah khazanah cakupan makna ideologi pancasila. Hal ini untuk membuktikan keberadaan pancasila yang tidak bertentangan prinsip nilai ajaran Islam.

Selain itu, juga membuktikan, dalam konteks keindonesiaan, keberadaan Ideologi pancasila merupakan dasar NKRI yang berlaku universal. Sehubungan dengan kehadiran pancasila ini, para Ulama memahami pancasila sebagai tujuan prinsip ajaran para Ulama yang bersumber dari Al Qur'an dan Hadis yang menghubungkan arti penting keberadaan manusia dengan Allah dan cakupan makna kemanusiaan. Kedua prinsip ini yang  menjadi visi kenabian dan jejak kenabian.

Dalam konteks yang lebih spesifik, pancasila sesuai dengan tujuan diberlakukannya cita cita penegakan hukum kehidupan anak cucu Adam, yang digariskan Allah relasinya dengan Allah dan manusia. Hal ini telah dirumuskan oleh Imam Al Ghazzali, yang disusul oleh Imam Asy Syathibi dalam kitabnya berjudul Al Muwafaqat.

Dalam rumusan al Ghazzali, setiap manusia yang sudah terkenai beban hukum, maka ia harus menjaga lima hal berikut:

Pertama, Hifzhud Diin (Menjaga Agama Allah), yang relevan dengan nilai ketuhanan yang maha Esa. Kedua, Hifzhun Nafs (Menjaga Jiwa Manusia), yang relevan dengan nilai kemanusiaan yang adil dan peradab. Ketiga, Hifzhun Nasl (Menjaga Keturunan, Kelangsungan), yang relevan dengan persatuan indonesia. Keempat, Hifzhul 'Aql (Menjaga Akal), yang relevan dengan kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Kelima, Hifzhul Maal (Menjaga Harta dan Milik), yang relevan dengan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Jadi, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa indonesia wajib bersama sama menjaga lima dasar di atas, sebagaimana penjelasan berikut :

Pertama, manusia memiliki rasa ketergantungan kepada yang adi kodrati yang menjalankan roda dunia ini. Dia yang Esa. Kedua, setiap manusia memiliki hak kemanusiaan yang sama, karena dasar dari kemuliaan yang telah dianugrahkan Allah kepada semua anak cucu Adam. Ketiga, semua suku bangsa dunia memiliki hak untuk menjaga kelangsungan masing masing, sehingga harus saling menjaga satu sama lainnya. Keempat, setiap manusia memiliki kebebasan untuk berpendapat dan berserikat, sehingga perlu ruang kebebasan berfikir dan berekspresi di tengah keragaman budaya dan kepentingan. Kelima, setiap manusia memiliki hak milik yang harus diberlakukan secara adil, tanpa membedakan satu sama lain.

Bagaimana mengimplementasikan lima dasar pancasila? Dalam mengimplementasikan lima dasar pancasila, harus dilaksanakan dalam satu paket, sehingga tidak boleh dipetik satu dasar atau fundasi dengan mengabaikan dasar yang lain. Ibarat sebuah fundasi rumah, maka tidak boleh menggunakan tiga, atau empat fundasi dengan mengabaikan fundasi yang lain. Artinya, dalam jiwa ketuhanan terdapat jiwa kemanusiaan dan dari keduannya ada keadilan dan persatuan yang harus saling dijaga dan sistem permusyawaratan yang menjadi harapan masa depan bangsa Indonesia.

Ubaidillah Achmad, Dosen UIN Walisongo Semarang, Khadim Majlis As Syuffah, Penulis Suluk Kiai Cebolek dan Islam Geger Kendeng.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By