Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]
Catatan Ukhty: Mei 2017
Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]

Breaking News

Rabu, 31 Mei 2017

ATHEIS (TAK TERLIHAT) - Sudut Taman Ramadhan (Eps.6)

ATHEIS (TAK TERLIHAT) - Sudut Taman Ramadhan (Eps.6)
ATHEIS (TAK TERLIHAT) - Sudut Taman Ramadhan (Eps.6)
ATHEIS (TAK TERLIHAT)  - Sudut Taman Ramadhan (Eps.6) 
ARRAHMAH.CO.ID - Masih banyak lho orang disekitar kita yang tidak percaya adanya Tuhan. Dunia ini tercipta ada apa adanya.

Bahkan lebih percaya apa yang dia lihat daripada pencipta apa yang dia lihat itu.

Kalau Kamu ketemu orang seperti itu kira-kira mau jawab seperti apa?

"Alloh Menciptakan Akal untuk Melihat Semua Ciptaan-Nya”


>>>>> SUBSCRIBE & SHARE! <<<<<

Ikuti semua filmnya di: https://www.youtube.com/hikmahislam/

Pastikan Anda sudah SUBSCRIBE di Channelnya untuk mendapatkan notifikasi Film Web Series Komedi Reliji terbaru!

Publikasi kerjasama Arrahmah dengan LTN PBNU
Read more ...

Medsos, Radikalisme dan Akhlak Pancasila

Medsos, Radikalisme dan Akhlak Pancasila
Medsos, Radikalisme dan Akhlak Pancasila
Medsos, Radikalisme dan Akhlak Pancasila
ARRAHMAH.CO.ID - Maraknya berita hoax dan fitnah yang disebar di media sosial (medsos) membuat mental bangsa menjadi rusak. Identitas bangsa yang berbudi luhur menjadi luntur. Citra Indonesia sebagai bangsa santun, anjlog secara beruntun. Masyarakat sebagai objek sasaran dibuat bingung untuk mencari kebenaran.

Suasana seperti ini diperparah dengan hadirnya sekelompok masyarakat yang selalu hadir sebagai tukang fitnah. Bukan fitnah biasa, tapi fitnah dengan isu-isu komoditas keagamaan. Gambar-gambar editan, meme provokatif dan adu domba masyarakat bertubi-tubi dilancarkan demi mengejar simpati masyarakat, tanpa berfikir bahwa itu memudarkan persatuan bangsa.

Malu rasanya, negeri dengan bendera merah putih yang berkibar dengan ragam perbedaan dibuat gaduh. Indonesia yang sudah guyub rukun digegerkan dengan “pemaksaan kehendak” yang dikemas fitnah lewat media sosial. Ini sudah kelewat batas dan melanggar nilai luhur Pancasila yang agung.

Memang, bahwa masyarakat Indonesia sedang memasuki sebuah era perkembangan digital yang sangat luar biasa. Medsos menjadi alternatif publikasi ide gagasan individual dan koorporasi. Media maistreamterkadang kalah cepat dibanding medsos. Yang menjadi masalah adalah: apakah medsos menghadirkan informasi yang benar dan edukatif, atau justeru menebar fitnah, hoax dan merusak persatuan bangsa?

Problem inilah yang perlu diluruskan. Gadget yang selalu ada dalam genggaman dengan koneksi internet sangat cepat mencari dan menerima informasi apapun. Sekali saja broadcast informasi lewat medsos akan diakses ribuan penerima. Belum lagi ketika penerima informasi meneruskan ke group lainnya, maka informasi itu bisa diterima jutaan orang. Ini menegaskan bahwa medsos bukan media biasa. Namun memiliki daya jelajah yang hebat.

Apalagi jika merujuk hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII), bahwa sepanjang 2016 separuh penduduk Indonesia, 132,7 juta penduduk telah terhubung dengan internet. Ada kenaikan 51,8 persen pengguna internet di Indonesia dibandingkan tahun 2014 (hanya 88 juta). Pengguna ponsel di Indonesia juga masuk lima besar dunia setelah China, Amerika, Brazil dan Jepang. Dan rata-rata pengguna ponsel memakai 31 aplikasi dengan 24 persennya untuk aplikasi media sosial.

Menghadapi suasana yang demikian, maka dibutuhkan pola penyadaran dengan pendidikan digital literacy (melek digital). Dengan pola itu, ada pendekatan unsur pendidikan dengan pendewasaan pengguna medsos agar tetap memegang teguh empat nilai kemanusiaan: kebenaran, kesopanan, kemanfaatan dan kesatuan. Jika itu dipegang dengan baik, maka media sosial selalu hadir sebagai sebuah inspirasi kehidupan menuju Indonesia yang beradab.

Yang dimaksudkan dengan prinsip kebenaran dalam bermedia sosial adalah selalu menghadirkan fakta dalam setiap posting informasi. Fakta inilah yang akan berbicara menjadi nilai kebenaran, bukan informasi yang sengaja dibuat-buat sebagai fakta palsu. Nilai kebenaran dalam media sosial memang sangat dibutuhkan. Menjunjung tinggi kebenaran dalam bermedsos sama dengan menunjukkan harga diri pengguna medsos.

Sebab selama ini, kebenaran yang dihadirkan sudah melahirkan banyak opini dari berbagai perspektif. Sehingga fakta yang benar pun akan direspon sebaliknya. Maka disinilah yang menjadi berbahaya, jika pengguna medsos itu menghadirkan kebohongan. Ketika informasi yang disebarkan bohong, sama halnya turut serta menyebarkan kebohongan secara berjamaah.

Nilai kesopanan juga tidak kalah penting. Bangsa Indonesia memiliki identitas bangsa Timur yang dikenal ramah dan santun. Maka medsos yang dimiliki juga perlu menunjukkan identitas dengan prinsip kesopanan. Perilaku sopan dalam bermedsos akan menarik simpati banyak pihak. Kehadiran medsos yang peduli kesopanan juga akan melahirkan generasi yang berakhlak mulia.

Menghadirkan informasi di medsos juga perlu didorong dengan nilai kemanfaatan. Sebelum memposting di medsos, perlu memikirkan apakah postingan itu bermanfaat apa tidak. Nilai kemanfaatan ini penting untuk didalami. Sebab sebagian pengguna medsos masih menganggap bahwa postingan itu hak pribadi, tidak terkait dengan orang lain. Cara berfikir semacam ini berarti belum mencerna asas kemanfaatan.

Aspek penting dalam bermedsos satunya lagi adalah tentang nilai kesatuan. Pada titik inilah bangsa Indonesia perlu serius melihat fungsi medsos dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai, medsos yang sedemikian bebas menjadi alat pemecah belah bangsa. Oleh sebab itu, pengguna medsos hendaknya mulai sadar dalam melihat nilai kesatuan bermedsos.

Diakui banyak pihak bahwa medsos memiliki peran dalam membentuk opini publik. Dengan mengawal pendidikan melek digital, akan ada wawasan baru bagi para pengguna medsos, baik sebagai produsen informasi ataupun pembaca dan penikmat informasi. Dua sisi itu yang perlu ditata dan diamankan: menyelamatkan pengguna medsos.

Akhlak Pancasila

Setelah pengguna medsos sadar dengan perannya, maka masih perlu dibekali sebuah wawasan jurnalisme. Sebab sadar atau tidak, bahwa pengguna medsos itu sama dengan “jurnalis”. Ketika mereka sebagai “jurnalis” dengan tanpa bekal ilmu jurnalistik, maka akan terjadi banyak kesalahan-kesalahan, termasuk salah menyebar berita bohong dan merusak tatanan berbangsa dan bernegara.

Belum lagi maraknya akun medsos abal-abal yang sengaja dibuat untuk menebar hoax dan membuat gaduh bangsa Indonesia. Wawasan jurnalistik itu menjadi salah satu bekal bermedsos dengan empat nilai kemanusiaan yang telah dijelaskan. Jika jurnalis media maistream sangat terikat erat dengan profesi dan kode etik jurnalistik, maka “jurnalis medsos” harusnya terikat etika hobi dan etika sosial.

Bahwa pengguna medsos hadir ke ruang publik itu tidak untuk dirinya sendiri, namun juga terbaca oleh masyarakat. Sehingga perannya sangat membutuhkan etika hobi, yakni hobi bermedsos itu tetap menjaga kebenaran, kesopanan, kemanfaatan dan kesatuan. Sedangkan etika sosial itu terkait dengan akhlak berpancasila sebagai bangsa Indonesia.

Pengguna medsos di Indonesia perlu bekal Pancasila sebagai landasan bermedsos. Kenapa? Kesadaran berpancasila ini akan mampu mendorong empat nilai kemanusiaan: kebenaran, kesopanan, kemanfaatan dan kesatuan. Termasuk mampu melahirkan “jurnalis medsos” yang menjunjung tinggi etika sosial.

Dapat kita lihat bersama, akun medsos yang menyebar hoax, ditengarai dioperasikan oleh kelompok radikalis dan teroris. Ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sedang dalam ujian berdemokrasi. Demokrasi dengan melawan kelompok radikal dengan menggunakan medsos sangat membutuhkan akhlak Pancasila. Sebab dengan akhlak Pancasila dalam bermedsos akan mampu melahirkan medsos yang ramah dan penuh cita rasa Indonesia.

Jika memosting tentang agama—misalnya—maka akhlak Pancasila tetap dijadikan pijakan: tetap menegaskan aturan agama dengan melihat keanekaragaman agama yang ada. Dalam mengawal keadilan juga tetap berprinsip kemanusiaan. Semangat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa tidak kalah penting dalam bermedsos. Termasuk mengedepankan musyawarah (diskusi) jika merespon postingan medsos. Dan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia juga tidak kalah pentingnya untuk diperjuangkan lewat medsos.

Mengawal era globalisasi dengan kemajuan digital di Indonesia sangat butuh peran semua pihak. Pemerintah harus tegas tentang kebijakan-kebijakan pro rakyat dan transparansi informasi menjadi modal utama. Rakyat juga harus mulai berperan serta dalam memberikan masukan Pemerintah, termasuk lewat media sosial. Media maistream juga tetap hadir sebagai fungsinya melakukan kontrol sosial. Semua pihak jika tetapo memiliki komitmen sama membangun NKRI, maka keutuhan Indonesia akan terjaga.*)

Oleh: M. Rikza Chamami
Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Aliansi Kebangsaan
Read more ...

3 Waktu Terkabulnya Doa Di Bulan Ramadan

3 Waktu Terkabulnya Doa Di Bulan Ramadan
Image result for berdoa

ADA tiga waktu terkabulnya doa di bulan Ramadhan. Raihlah keutamaan tersebut dengan terus memperbanyak doa. Lalu Bilakah masa datangnya tiga waktu tersebut?

Allah Ta'ala berfirman,

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahawasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran, "(QS. Al-Baqarah: 186 ).

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahawa masalah ini disebutkan di sela-sela penyebutan hukum puasa. Ini menunjukkan mengenai anjuran memperbanyak do'a ketika bulan itu sempurna, bahkan diperintahkan memperbanyak do'a tersebut di setiap kali berbuka puasa. (Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim, 2: 66).

Kenyataan yang dikatakan oleh Ibnu Katsir menunjukkan bahawa bulan Ramadhan adalah salah waktu terkabulnya do'a. Namun do'a itu mudah dikabulkan jika seseorang mempunyai keimanan yang benar.

Ibnu Taimiyah berkata, "Terkabulnya doa itu kerana benarnya i'tiqod, kesempurnaan ketaatan kerana di akhir ayat disebutkan, 'dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran," (Majmu'ah Al Fatawa, 14: 33-34).

Perihal Ramadhan adalah bulan do'a dikuatkan lagi dengan hadis dari Jabir bin 'Abdillah radhiyallahu' anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan, dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do'a, akan dikabulkan," (HR. Al Bazaar. Al Haitsami dalam Majma 'Az-Zawaid, 10: 14 mengatakan bahawa perowinya tsiqoh -terpercaya-. Lihat Jami'ul Ahadits, 9: 224)

Ada tiga waktu utama terkabulnya do'a di bulan Ramadhan:

1. Waktu sahur
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,

"Rabb kita tabaraka wa ta'ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Allah berfirman, "Siapa saja yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni, "(HR. Bukhari, no. 1145 dan Muslim, no. 758). Ibnu Hajar juga menjelaskan hadis di atas dengan berkata, "Doa dan istighfar di waktu sahur mudah dikabulkan." (Fath Al-Bari, 3: 32).

2. Saat berpuasa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu' alaihi wa sallam bersabda,

"Tiga orang yang do'anya tidak tertolak: orang yang berpuasa hingga ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do'a orang yang dizalimi," (HR. Ahmad 2: 305. Syaikh Syu'aib Al Arnauth mengatakan bahawa hadits ini shahih dengan berbagai jalan dan penguatnya).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Disunnahkan orang yang berpuasa untuk memperbanyak do'a demi urusan akhirat dan dunianya, juga ia boleh berdoa untuk hajat yang ia inginkan, begitu pula jangan lupakan do'a kebaikan untuk kaum muslimin secara umum," (Al -Majmu ', 6: 273).

3. Ketika berbuka puasa

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Ada tiga orang yang do'anya tidak ditolak: (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do'a orang yang dizalimi," (HR. Tirmidzi no. 2526, 3598 dan Ibnu Majah no. 1752. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahawa hadis ini hasan). Dalam Tuhfah Al-Ahwadzi (7: 278) disebutkan bahawa kenapa doa mudah dikabulkan ketika berbuka puasa iaitu kerana saat itu, orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.

sumber islampos.com
Read more ...

12 Hadits Lemah dan Palsu Seputar Ramadhan

12 Hadits Lemah dan Palsu Seputar Ramadhan
12 Hadits Lemah dan Palsu Seputar Ramadhan

Islam adalah agama yang ilmiah. Setiap amalan, keyakinan, atau ajaran yang disandarkan kepada Islam harus memiliki dasar dari Al Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang otentik. Dengan ini, Islam tidak memberi celah kepada orang-orang yang beritikad buruk untuk menyusupkan pemikiran-pemikiran atau ajaran lain ke dalam ajaran Islam.

Karena pentingnya hal ini, tidak heran apabila Abdullah bin Mubarak rahimahullah mengatakan perkataan yang terkenal:

الإسناد من الدين، ولولا الإسناد؛ لقال من شاء ما شاء

“Sanad adalah bagian dari agama.
Jika tidak ada sanad, maka orang akan berkata semaunya.” (Lihat dalam Muqaddimah Shahih Muslim, Juz I, halaman 12)
Dengan adanya sanad, suatu perkataan tentang ajaran Islam dapat ditelusuri asal-muasalnya.

Oleh karena itu, penting sekali bagi umat muslim untuk memilah hadits-hadits, antara yang shahih dan yang dhaif, agar diketahui amalan mana yang seharusnya diamalkan karena memang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam serta amalan mana yang tidak perlu dihiraukan karena tidak pernah diajarkan oleh beliau.

Berkaitan dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, akan kami sampaikan beberapa hadits lemah dan palsu mengenai puasa yang banyak tersebar di masyarakat. Untuk memudahkan pembaca, kami tidak menjelaskan sisi kelemahan hadits, namun hanya akan menyebutkan kesimpulan para pakar hadits yang menelitinya. Pembaca yang ingin menelusuri sisi kelemahan hadits, dapat merujuk pada kitab para ulama yang bersangkutan.

Hadits 1

صوموا تصحوا

“Berpuasalah, kalian akan sehat.”


Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di Ath Thibbun Nabawi sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), oleh Ath Thabrani di Al Ausath (2/225), oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (3/227).

Hadits ini dhaif (lemah), sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Al Iraqi di Takhrijul Ihya (3/108), juga Al Albani di Silsilah Adh Dha’ifah (253). Bahkan Ash Shaghani agak berlebihan mengatakan hadits ini maudhu (palsu) dalam Maudhu’at Ash Shaghani (51).

Keterangan: jika memang terdapat penelitian ilmiah dari para ahli medis bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, makna dari hadits dhaif ini benar, namun tetap tidak boleh dianggap sebagai sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.


Hadits 2

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ

“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1437).

Hadits ini dhaif, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (1/310). Al Albani juga mendhaifkan hadits ini dalam Silsilah Adh Dha’ifah (4696).

Terdapat juga riwayat yang lain:

الصائم في عبادة و إن كان راقدا على فراشه

“Orang yang berpuasa itu senantiasa dalam ibadah meskipun sedang tidur di atas ranjangnya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Tammam (18/172). Hadits ini juga dhaif, sebagaimana dikatakan oleh Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (653).

Yang benar, tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah.

Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.


Hadits 3

يا أيها الناس قد أظلكم شهر عظيم ، شهر فيه ليلة خير من ألف شهر ، جعل الله صيامه فريضة ، و قيام ليله تطوعا ، و من تقرب فيه بخصلة من الخير كان كمن أدى فريضة فيما سواه ، و من أدى فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه ، و هو شهر الصبر و الصبر ثوابه الجنة ، و شهر المواساة ، و شهر يزاد فيه رزق المؤمن ، و من فطر فيه صائما كان مغفرة لذنوبه ، و عتق رقبته من النار ، و كان له مثل أجره من غير أن ينتقص من أجره شيء قالوا : يا رسول الله ليس كلنا يجد ما يفطر الصائم ، قال : يعطي الله هذا الثواب من فطر صائما على مذقة لبن ، أو تمرة ، أو شربة من ماء ، و من أشبع صائما سقاه الله من الحوض شربة لايظمأ حتى يدخل الجنة ، و هو شهر أوله رحمة و وسطه مغفرة و آخره عتق من النار ،

“Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1. 000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seorang yang berpuasa, dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun” Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa.” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”


Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887), oleh Al Mahamili dalam Amaliyyah (293), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (6/512), Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115)

Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (2/115), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi di Sifatu Shaumin Nabiy (110), bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam Al ‘Ilal (2/50) juga Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (871) bahwa hadits ini Munkar.

Yang benar, di seluruh waktu di bulan Ramadhan terdapat rahmah, seluruhnya terdapat ampunan Allah dan seluruhnya terdapat kesempatan bagi seorang mukmin untuk terbebas dari api neraka, tidak hanya sepertiganya. Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini adalah:

من صام رمضان إيمانا واحتسابا ، غفر له ما تقدم من ذنبه

“Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.38, Muslim, no.760)

Dalam hadits ini, disebutkan bahwa ampunan Allah tidak dibatasi hanya pada pertengahan Ramadhan saja. Lebih jelas lagi pada hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Rasulullah bersabda:

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ

“Pada awal malam bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: ‘wahai penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu’. Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hamba-Nya. Dan itu terjadi setiap malam” (HR. Tirmidzi 682, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar berdasarkan hadits yang lemah ini. Walaupun keyakinan ini tidak benar, sesungguhnya Allah ta’ala melipatgandakan pahala amalan kebaikan berlipat ganda banyaknya, terutama ibadah puasa di bulan Ramadhan.


Hadits 4

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال : اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فتقبل مني إنك أنت السميع العليم

“Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.”


Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (289/1), Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir (5/710)

Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341) : “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua berkisar antara hadits lemah dan munkar.

Sedangkan doa berbuka puasa yang tersebar dimasyarakat dengan lafadz:

اللهم لك صمت و بك امنت و على رزقك افطرت برحمتك يا ارحم الراحمين

“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, aku memohon Rahmat-Mu wahai Dzat yang Maha Penyayang.”

Hadits ini tidak terdapat di kitab hadits manapun. Atau dengan kata lain, ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qaari dalam kitab Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih: “Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan tambahan ‘wabika aamantu’ sama sekali tidak ada asalnya, walau secara makna memang benar.”

Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terdapat dalam hadits:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa:

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

/Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah/

(‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232 juga oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud.


Hadits 5

من أفطر يوما من رمضان من غير رخصة لم يقضه وإن صام الدهر كله

“Orang yang sengaja tidak berpuasa pada suatu hari di bulan Ramadhan, padahal ia bukan orang yang diberi keringanan, ia tidak akan dapat mengganti puasanya meski berpuasa terus menerus.”


Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di Al’Ilal Al Kabir (116), oleh Abu Daud di Sunannya (2396), oleh Tirmidzi di Sunan-nya (723), Imam Ahmad di Al Mughni (4/367), Ad Daruquthni di Sunan-nya (2/441, 2/413), dan Al Baihaqi di Sunan-nya (4/228).

Hadits ini didhaifkan oleh Al Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Hazm di Al Muhalla (6/183), Al Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid (7/173), juga oleh Al Albani di Dhaif At Tirmidzi (723), Dhaif Abi Daud (2396), Dhaif Al Jami’ (5462) dan Silsilah Adh Dha’ifah (4557). Namun, memang sebagian ulama ada yang menshahihkan hadits ini seperti Abu Hatim Ar Razi di Al Ilal (2/17), juga ada yang menghasankan seperti Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah (2/329) dan Al Haitsami di Majma’ Az Zawaid (3/171). Oleh karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai ada-tidaknya qadha bagi orang yang sengaja tidak berpuasa.

Yang benar -wal ‘ilmu ‘indallah- adalah penjelasan Lajnah Daimah Lil Buhuts Wal Ifta (Komisi Fatwa Saudi Arabia), yang menyatakan bahwa “Seseorang yang sengaja tidak berpuasa tanpa udzur syar’i,ia harus bertaubat kepada Allah dan mengganti puasa yang telah ditinggalkannya.” (Periksa: Fatawa Lajnah Daimah no. 16480, 9/191)


Hadits 6

لا تقولوا رمضان فإن رمضان اسم من أسماء الله تعالى ولكن قولوا شهر رمضان

“Jangan menyebut dengan ‘Ramadhan’ karena ia adalah salah satu nama Allah, namun sebutlah dengan ‘Bulan Ramadhan.'”


Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan-nya (4/201), Adz Dzaahabi dalam Mizanul I’tidal (4/247), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (8/313), Ibnu Katsir di Tafsir-nya (1/310).

Ibnul Jauzi dalam Al Maudhuat (2/545) mengatakan hadits ini palsu. Namun, yang benar adalah sebagaimana yang dikatakan oleh As Suyuthi dalam An Nukat ‘alal Maudhuat (41) bahwa “Hadits ini dhaif, bukan palsu”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (8/313), An Nawawi dalam Al Adzkar (475), oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari (4/135) dan Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (6768).

Yang benar adalah boleh mengatakan ‘Ramadhan’ saja, sebagaimana pendapat jumhur ulama karena banyak hadits yang menyebutkan ‘Ramadhan’ tanpa ‘Syahru (bulan)’.


Hadits 7

أن شهر رمضان متعلق بين السماء والأرض لا يرفع إلا بزكاة الفطر

“Bulan Ramadhan bergantung di antara langit dan bumi. Tidak ada yang dapat mengangkatnya kecuali zakat fithri.”


Hadits ini disebutkan oleh Al Mundziri di At Targhib Wat Tarhib (2/157). Al Albani mendhaifkan hadits ini dalam Dhaif At Targhib (664), dan Silsilah Ahadits Dhaifah (43).

Yang benar, jika dari hadits ini terdapat orang yang meyakini bahwa puasa Ramadhan tidak diterima jika belum membayar zakat fithri, keyakinan ini salah, karena haditsnya dhaif. Zakat fithri bukanlah syarat sah puasa Ramadhan, namun jika seseorang meninggalkannya ia mendapat dosa tersendiri.


Hadits 8

رجب شهر الله ، وشعبان شهري ، ورمضان شهر أمتي

“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”


Hadits ini diriwayatkan oleh Adz Dzahabi di Tartibul Maudhu’at (162, 183), Ibnu Asakir di Mu’jam Asy Syuyukh (1/186).

Hadits ini didhaifkan oleh di Asy Syaukani di Nailul Authar (4/334), dan Al Albani di Silsilah Adh Dhaifah (4400). Bahkan hadits ini dikatakan hadits palsu oleh banyak ulama seperti Adz Dzahabi di Tartibul Maudhu’at (162, 183), Ash Shaghani dalam Al Maudhu’at (72), Ibnul Qayyim dalam Al Manaarul Munif (76), Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Tabyinul Ujab (20).


Hadits 9

من فطر صائما على طعام وشراب من حلال صلت عليه الملائكة في ساعات شهر رمضان وصلى عليه جبرائيل ليلة القدر

“Barangsiapa memberi hidangan berbuka puasa dengan makanan dan minuman yang halal, para malaikat bershalawat kepadanya selama bulan Ramadhan dan Jibril bershalawat kepadanya di malam lailatul qadar.”


Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (1/300), Al Baihaqi di Syu’abul Iman (3/1441), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Adh Dhuafa (3/318), Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (1/152)

Hadits ini didhaifkan oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhuat (2/555), As Sakhawi dalam Maqasidul Hasanah (495), Al Albani dalam Dhaif At Targhib (654)

Yang benar,orang yang memberikan hidangan berbuka puasa akan mendapatkan pahala puasa orang yang diberi hidangan tadi, berdasarkan hadits:

من فطر صائما كان له مثل أجره ، غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا

“Siapa saja yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: “Hasan shahih”)


Hadits 10

رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر . قالوا : وما الجهاد الأكبر ؟ قال : جهاد القلب

“Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar.” Para sahabat bertanya: “Apakah jihad yang besar itu?” Beliau bersabda: “Jihadnya hati melawan hawa nafsu.”


Menurut Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrijul Ihya (2/6) hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Az Zuhd. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Takhrijul Kasyaf (4/114) juga mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh An Nasa’i dalam Al Kuna.

Hadits ini adalah hadits palsu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam di Majmu Fatawa (11/197), juga oleh Al Mulla Ali Al Qari dalam Al Asrar Al Marfu’ah (211). Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (2460) mengatakan hadits ini Munkar.

Hadits ini sering dibawakan para khatib dan dikaitkan dengan Ramadhan, yaitu untuk mengatakan bahwa jihad melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan lebih utama dari jihad berperang di jalan Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Hadits ini tidak ada asalnya. Tidak ada seorang pun ulama hadits yang berangapan seperti ini, baik dari perkataan maupun perbuatan Nabi. Selain itu jihad melawan orang kafir adalah amal yang paling mulia. Bahkan jihad yang tidak wajib pun merupakan amalan sunnah yang paling dianjurkan.” (Majmu’ Fatawa, 11/197). Artinya, makna dari hadits palsu ini pun tidak benar karena jihad berperang di jalan Allah adalah amalan yang paling mulia. Selain itu, orang yang terjun berperang di jalan Allah tentunya telah berhasil mengalahkan hawa nafsunya untuk meninggalkan dunia dan orang-orang yang ia sayangi.


Hadits 11

قال وائلة : لقيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عيد فقلت : تقبل الله منا ومنك ، قال : نعم تقبل الله منا ومنك

“Wa’ilah berkata, “Aku bertemu dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pada hari Ied, lalu aku berkata: Taqabbalallahu minna wa minka.” Beliau bersabda: “Ya, Taqabbalallahu minna wa minka.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhin (2/319), Al Baihaqi dalam Sunan-nya (3/319), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (3/1246)

Hadits ini didhaifkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhuafa (7/524), oleh Ibnu Qaisirani dalam Dzakiratul Huffadz (4/1950), oleh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (5666).

Yang benar, ucapan ‘Taqabbalallahu Minna Wa Minka’ diucapkan sebagian sahabat berdasarkan sebuah riwayat:

كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض : تقبل الله منا ومنك

Artinya:
“Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya ketika saling berjumpa di hari Ied mereka mengucapkan: Taqabbalallahu Minna Wa Minka (Semoga Allah menerima amal ibadah saya dan amal ibadah Anda)”

Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Al Mughni (3/294), dishahihkan oleh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354). Oleh karena itu, boleh mengamalkan ucapan ini, asalkan tidak diyakini sebagai hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.


Hadits 12

خمس تفطر الصائم ، وتنقض الوضوء : الكذب ، والغيبة ، والنميمة ، والنظر بالشهوة ، واليمين الفاجرة

“Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu: berbohong, ghibah, namimah, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsu.”


Hadits ini diriwayatkan oleh Al Jauraqani di Al Abathil (1/351), oleh Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at (1131)

Hadits ini adalah hadits palsu, sebagaimana dijelaskan Ibnul Jauzi di Al Maudhu’at (1131), Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (1708).

Yang benar, lima hal tersebut bukanlah pembatal puasa, namun pembatal pahala puasa. Sebagaimana hadits:

من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل ، فليس لله حاجة أن يدع طعامه وشرابه

“Orang yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, serta mengganggu orang lain, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya.” (HR. Bukhari, no.6057)

Demikian, semoga Allah memberi kita taufiq untuk senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam yang sahih. Mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat dan ampunannya kepada kita di bulan mulia ini. Semoga amal-ibadah di bulan suci ini kita berbuah pahala di sisi Rabbuna Jalla Sya’nuhu.

وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


[Cerkiis.blogspot.com, Disusun oleh: Yulian Purnama, Muraja’ah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar]
Read more ...

Fenomena Maraknya Hadits Palsu di Media Sosial

Fenomena Maraknya Hadits Palsu di Media Sosial
Fenomena Maraknya Hadits Palsu di Media Sosial

Fenomena Maraknya Hadits Palsu di Media Sosial

Muqaddimah

Pada zaman kita sekarang, telah banyak beredar beberapa hadits palsu yang dilariskan oleh para penceramah di mimbar, di sekolah, dan di berbagai perkumpulan disebabkan kurangnya pengetahuan manusia tentang ilmu hadits dan sedikitnya orang yang ahli di bidang hadits. [1]

Hadits-hadits lemah dan palsu itu begitu banyak sekali, ratusan bahkan ribuan.(!) Bagaimana tidak, seorang zindiq saja pernah membuat hadits palsu sebanyak empat ribu hadits [2].(!) Dan tiga orang yang terkenal sebagai pemalsu hadits pernah membuat hadits palsu lebih dari sepuluh ribu hadits!

Ditambah lagi hadits-hadits yang disebarkan oleh manusia dengan berbagai tujuan baik politik, fanatik golongan, taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ala mereka, orang-orang sufi, dan para fuqaha yang kurang perhatian terhadap hadits. Semua itu banyak sekali bertebaran dalam kitab-kitab fiqih, tafsir, akhlak, dan sebagainya.

Lebih-lebih pada zaman sekarang, di mana bermunculan media-media sosial yang begitu banyak dan canggih dengan adanya internet: Facebook, WhatsApp, Telegram, dan sebagainya; makin laris dan makin cepatlah peredaran hadits-hadits lemah dan palsu kepada umat sehingga berpengaruh pada aqidah, ibadah, dan akhlak mereka. [3]

Pada tulisan berikut ini, kami akan memaparkan fenomena menyedihkan ini dengan menyingkap faktor penyebab dan solusinya, sehingga menjadi lentera bagi kita dalam menghadapi fenomena ini. [4]


Jangan berdusta atas nama Nabi!

Sesungguhnya telah mutawatir dalam timbangan ahli hadits[5] bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia bersiap-siap mengambil tempat di Neraka.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Para ulama bersepakat bahwa sengaja berdusta atas nama Rasulullah صلى الله عليه وسلم termasuk dosa besar, bahkan Abu Muhammad al-Juwaini sangat keras sehingga mengkafirkan orang yang sengaja dusta atas nama Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Dan mereka bersepakat haramnya meriwayatkan hadits maudhu‘ (palsu) kecuali disertai keterangannya (yang menjelaskan kepalsuannya), berdasarkan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم:

مَنْ حَدَّثَ عَنِّيْ بِحَدِيْثٍ يَرَيْ أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ

‘Barang siapa menceritakan dariku suatu hadits yang dia ketahui kedustaannya, maka dia termasuk di antara dua pendusta.’ (Dikeluarkan Muslim).” [6]

Al-Imam an-Nawawi berkata, “Haram hukumnya meriwayatkan hadits maudhu‘ bagi orang yang mengetahui atau menurut prasangka kuatnya bahwa derajat hadits tersebut adalah maudhu‘. Sebab itu, barang siapa meriwayatkan suatu hadits yang dia yakin atau berprasangka kuat bahwa derajatnya adalah maudhu‘, namun dia tidak menjelaskan derajatnya, maka dia termasuk dalam ancaman hadits ini.” [7]

Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang para khatib yang biasa menyampaikan hadits-hadits lemah dan palsu dalam khutbahnya, beliau menjawab, “Tidak halal berpedoman dalam menyampaikan hadits pada suatu kitab atau khutbah yang penulisnya bukan ahli hadits. Barang siapa yang melakukan hal itu maka dia layak untuk dihukum dengan hukuman yang berat. Inilah keadaan para khatib zaman sekarang, tatkala melihat ada khutbah yang berisi hadits-hadits, mereka langsung menghafalnya dan berkhutbah dengannya tanpa menyeleksi terlebih dahulu apakah hadits tersebut ada asalnya ataukah tidak. Maka merupakan kewajiban bagi pemimpin negeri tersebut untuk melarang para khatib dari perbuatan tersebut dan menegur dari khatib yang telah melakukan perbuatan tersebut.” [8]


Dampak negatif hadits lemah dan palsu bagi pribadi dan masyarakat

Perlu dicermati juga bahwa hadits-hadits lemah dan palsu ini memiliki dampak negatif dan kerusakan yang lumayan banyak pada masyarakat, baik berkaitan dengan aqidah mereka, cara ibadah mereka, dan sebagainya.[9] Maka di antara salah satu faktor penting tersebarnya syirik, bid‘ah, pertikaian, dan kerusakan moral adalah tersebarnya hadits-hadits palsu yang dialamatkan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم. Agar lebih jelas, maka kita akan menampilkan beberapa contoh:

Contoh pertama:

إِذَا اَعْيَتْكُمُ الأُمُوْرُ، فَعَلَيْكُمْ بِأَهْلِ الْقُبُوْرِ

“Apabila kalian ditimpa kesulitan maka mintalah pertolongan kepada ahli kubur.”

Hadits yang dusta dengan kesepakatan ulama ini[10] sangat berdampak negatif bagi aqidah umat. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata, “Hadits ini mengajak kepada perbuatan syirik kepada Allah, sebab meminta pertolongan kepada ahli kubur termasuk syirik yang amat nyata dengan kesepakatan ahli ilmu dan iman. Maka nyatalah bahwa hadits ini hanyalah buatan para pengagum kubur. Semoga Allah membalas orang yang membuatnya.” [11]

Contoh kedua:

يَكُوْنُ فِيْ أُمَّتِيْ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ مُحَمَّدَ بْنَ إِدْرِيْسَ أَضّرَ عَلَى أُمَّتِيْ مِنْ إِبْلِيْسَ، وَيَكُوْنُ فِيْ أُمَّتِيْ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أَبَا حَنِيْفَةَ هُوَ سِرَاجُ أُمَّتِيْ

“Akan datang pada umatku seorang yang bernama Muhammad bin Idris (nama Imam Syafi‘i), dia lebih berbahaya bagi umatku daripada Iblis. Dan akan datang pada umatku seorang bernama Abu Hanifah, dia adalah pelita umatku.”

Jelas sekali dampak negatif akibat hadits palsu ini, yaitu perseteruan antara Syafi‘iyah dan Hanafiyah yang dapat merusak akal dan menghancurkan bangunan! Cukuplah sebagai bukti, apa yang sering disebutkan oleh Yaqut al-Hamawi dalam kitabnya Mu‘jam Buldan, di mana dia sering mengatakan, “Kota ini hancur disebabkan perseteruan antara Syafi‘iyah dan Hanafiyah.”(!!!) [12]

Contoh ketiga:

جَنِّبُوْا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ

“Jauhkanlah anak-anak kalian dari masjid-masjid kalian.”

Hadits lemah ini[13] memiliki dampak negatif yaitu menjauhkan anak-anak dari masjid. Syaikh Muhammad Luthfi ash-Shabbagh berkata, “Saya telah menyaksikan bahaya hadits lemah ini ketika saya melihat sebagian orang awam yang jahil mengusir anak-anak dari rumah-rumah Allah dengan beralasan hadits ini sehingga melarikan anak-anak dari masjid, padahal dalam waktu yang bersamaan gereja-gereja Nasrani terbuka untuk anak-anak kaum muslimin bersama anak-anak mereka.” [14]

Contoh keempat:

الْحِدَّةُ تَعْتَرِيْ خِيَارَ أُمَّتِيْ

“Sikap keras itu perangai umatku yang pilihan.”

Syaikh al-Albani setelah menghukumi hadits ini lemah, beliau mengatakan, “Salah satu dampak negatif hadits ini adalah mengajak seorang untuk tetap bersifat keras dan tidak mengobatinya karena sifat keras merupakan perangai seorang mukmin. Hal ini pernah terjadi ketika saya berdebat dengan syaikh lulusan al-Azhar dalam suatu masalah, maka dia bersikap keras, ketika aku ingkari sikap kerasnya dia membawakan hadits ini.(!!) Tatkala saya kabarkan bahwa haditsnya lemah, dia bertambah keras.(!!) Dan dia membanggakan dirinya dengan ijazah al-Azhar dan menuntut saya dengan ijazah apakah sehingga saya berani mengingkarinya, maka saya katakan: Ijazahku adalah sabda Nabi صلى الله عليه وسلم dalam riwayat Muslim: 49: ‘Barang siapa melihat kemungkaran maka ubahlah…’.” [15]


Faktor Munculnya Hadits Lemah dan Palsu

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya hadits-hadits palsu yang disebutkan para ulama. Dan jika kita cermati secara saksama, ternyata faktor-faktor tersebut juga yang melatarbelakangi merebaknya hadits lemah dan palsu pada zaman sekarang di media sosial, di antaranya:

1. Merusah Aqidah Islam

Hal ini dilakukan oleh para zindiq (kaum munafik) tatkala mereka tidak mampu untuk merusak Islam terang-terangan, maka mereka mengambil jalan keji ini untuk menodai keindahan Islam. Hammad bin Zaid berkata, “Orang-orang zindiq memalsukan hadits kepada (diatasnamakan) Nabi صلى الله عليه وسلم sebanyak dua belas ribu hadits.” [16]

Ibnul Jauzi berkata, “Mereka ingin merusak syari‘at dan menebarkan kerancuan dan keraguan di hati orang-orang awam serta mempermainkan agama.” [17]

Contohnya, apa yang dilakukan oleh Muhammad bin Sa‘id asy-Syami tatkala dia meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas secara marfu‘:

أَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ، لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ، إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللهُ

“Saya adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku, kecuali bila Allah berkehendak.”

2. Fanatik Golongan

Baik fanatik karena politik yang muncul setelah fitnah seperti kelompok Khawarij dan Syi‘ah, madzhab, bahasa, kota, dan sebagainya; tiap-tiap kelompok membuat hadits palsu guna memperkuat kelompoknya, seperti hadits yang dibuat oleh kelompok Syi‘ah:

عَلِيٌّ خَيْرُ الْبَشَرِ، مَنْ شَكَّ فِيْهِ كَفَرَ

“Ali adalah sebaik-baik manusia, barang siapa meragukannya maka dia telah kafir.”

Juga hadits-hadits yang dibuat oleh para fanatik madzhab Hanafi atau madzhab Syafi‘i sebagaimana sebelumnya.

3. Anjuran Taqarrub Kepada Allah

Mereka membuat hadits palsu yang berisi anjuran untuk kebaikan dan peringatan dari perbuatan mungkar. Para pemalsu jenis ini paling jelek, sebab manusia akan menerima ucapan mereka dan mempercayai mereka karena biasanya pemalsu jenis ini dari kalangan orang yang notabene kelihatan baik dan ahli ibadah.

Contohnya, Maisarah bin Abdu Rabbihi. Ibnu Hibban meriwayatkan dalam adh-Dhu‘afa’ bahwa al-Imam Abdurrahman bin Mahdi pernah mengatakan kepadanya, “Dari manakah kamu mengambil hadits-hadits ini, ‘barang siapa membaca ini maka dia mendapatkan ini’?” Maisarah menjawab, “Saya membuatnya untuk memberikan semangat ibadah kepada manusia.”

4. Mencari Rezeki

Seperti yang dilakukan oleh para tukang cerita ketika menampilkan hadits-hadits yang menakjubkan dan menghibur agar orang-orang mendengarkan lalu memberinya uang, atau seperti yang dilakukan oleh para pedagang guna melariskan barang dagangannya.

Diceritakan, ada seorang penjual yang kurang laku, maka untuk melariskan dagangannya dia pun membuat hadits-hadits tentang keutamaan barang dagangannya, seperti: “Labu adalah makananku dan makanan umatku”, “Seandainya beras itu adalah seorang lelaki, tentu dia adalah lelaki yang shalih”, “Semangka, airnya merupakan rahmat dan manisnya seperti manisnya Surga”, dan sebagainya. Oleh karena itu, al-Hafizh as-Suyuthi berkata, “Hadits-hadits tentang keutamaan semangka, adas, dan beras semuanya tidak ada yang shahih.” [18]

5. Mencari Popularitas

Dengan menampilkan hadits-hadits aneh yang tidak ada dalam para ulama lainnya, sehingga orang-orang akan antusias untuk mengambil dan mendengarkan hadits aneh tadi darinya.

Contoh lucu tentang hal ini adalah apa yang terjadi pada seorang pendusta bernama Ma’mun bin Ahmad, di kala para ulama berselisih pendapat tentang apakah Imam Hasan al-Bashri mendengar hadits dari sahabat Abu Hurairah ataukah tidak, ternyata dia memiliki hadits yang bersanad sampai kepada Nabi bahwa beliau bersabda: “Hasan al-Bashri mendengar hadits dari Abu Hurairah”!!! [19]


Perjuangan Ulama Dalam Menghadang Hadits Lemah dan Palsu

Allah عز وجل telah berjanji akan menjaga kemurnian agama ini dengan dibangkitkannya para ulama ahli hadits yang berjuang dengan penuh kegigihan untuk menghadang dan membendung hadits-hadits lemah dan palsu[20] Pernah dikatakan kepada al-Imam Abdullah bin Mubarak, “Ini adalah hadits-hadits dusta.” Beliau menjawab, “Akan hidup para pakar/ahli yang menanganinya.”

Sufyan ats-Tsauri pernah berkata, “Seandainya ada seseorang yang berencana untuk membuat kedustaan, niscaya Allah akan membongkar kedoknya sekalipun dia sembunyi di lorong rumahnya.” [21]

Pernah ada seorang berkata kepada Yahya bin Ma‘in, “Apakah engkau tidak khawatir bila orang-orang yang engkau kritik tersebut kelak menjadi musuhmu pada Hari Kiamat?” Beliau menjawab, “Jauh lebih kusenangi bila mereka yang menjadi musuhku daripada Nabi صلى الله عليه وسلم yang menjadi musuhku, tatkala beliau bertanya padaku: ‘Mengapa kamu tidak membela sunnahku dari kedustaan?’”(!!!)[22] Tatkala disampaikan kepadanya sebuah hadits riwayat Suwaid al-Anbari, beliau mengatakan, “Seandainya saya memilki kuda dan tombak, niscaya saya akan memerangi Suwaid!!” [23]

Mereka membela hadits Nabi صلى الله عليه وسلم dari kedustaan tanpa pandang bulu. Al-Hafizh ‘Affan bin Muslim ash-Shaffar[24], salah seorang ulama ahli hadits, pernah diberi uang sebanyak sepuluh ribu dinar agar dia tidak berbicara jarh wa ta‘dil kepada para perawi, maka beliau mengatakan, “Saya tidak akan menggugurkan suatu kewajiban.”[25]

Berikut gambaran ringkas secara global tentang usaha para ulama dalam menghadang hadits lemah dan palsu yang merebak pada zaman mereka.

• Membukukan kitab-kitab hadits agar tidak hilang.

• Membukukan hadits-hadits shahih secara khusus seperti al-Bukhari dan Muslim.

• Memperhatikan sanad hadits, meneliti para perawi, dan membukukan kitab tentang keadaan para perawi.

• Membantah syubhat para penghujat hadits Nabi صلى الله عليه وسلم dari ahli bid‘ah yang mencela atau melemahkan hadits shahih.

• Membuat kaidah-kaidah dalam ilmu hadits untuk menyingkap kedustaan para pemalsu hadits.

Demikianlah jerih payah para ulama ahli hadits hingga pada zaman sekarang seperti yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Syakir, Abdurrahman al-Mu‘allimi, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, dan semisal mereka.


Fenomena Merebaknya Hadits Palsu Di Medsos

Media sosial pada zaman sekarang berperan besar dalam menyebarkan hadits-hadits lemah dan palsu kepada umat manusia, terutama lewat internet (website, Facebook, WhatsApp), SMS, dan sebagainya. Bahkan kadang-kadang disertai kalimat-kalimat motivasi untuk menyebarkan dan ancaman bagi yang tidak menyebarkan, seperti: “Share sebanyak-banyaknya agar saudara kita sadar”, “Semoga yang menshare artikel ini mendapat surga. Amin”, “Dosa jika engkau tidak menshare ini”, dan sejenisnya. Parahnya, kadang artikel hadits dusta tersebut dibingkai indah dan menarik dengan aplikasi/software grafis (pengolah gambar/foto).


Faktor Merebaknya Hadits Palsu Di Medsos

Sebelumnya, telah kami sampaikan beberapa faktor yang mendorong para pendusta untuk menyebarkan hadits lemah dan palsu, baik untuk merusak agama, fanatik, mengajak kepada kebaikan, cari popularitas, dan sebagainya. Jika kita cermati faktor-faktor tersebut, sebenarnya tak jauh beda dengan faktor yang mendorong merebaknya pada zaman sekarang. Hanya, mungkin ada beberapa faktor lainnya juga yang perlu kami sebutkan di sini, yaitu:

• Murah meriahnya ongkos penyebarannya.

• Mudahnya penyebarannya tanpa izin kepada pihak resmi siapa pun.

• Penyebarnya tidak dikenal karena sering kali pengguna medsos memakai nama samaran.

• Luasnya jangkauan dan cepatnya penyebaran.

• Banyaknya pengguna medsos di berbagai negara di dunia.

• Menggunakan gelar-gelar dan kepopuleran nama untuk penyebaran.

• Memanfaatkan momen-momen penting untuk penyebaran seperti puasa, Sya‘ban, dan sebagainya.


Terapi Dan Solusi

Sesungguhnya fenomena merebaknya hadits lemah dan palsu di media sosial adalah fenomena pahit dan meresahkan bagi setiap orang yang cemburu terhadap agamanya. Maka dari itu, merupakan tanggung jawab kita semua untuk berjuang menghadang dan membendung fenomena ini.

Setelah kita cermati, ternyata solusi menghadang fenomena ini melibatkan tiga kalangan: penyebar, penerima, dan ahli ilmu. Maka kita urut solusinya pada tiga bagian sebagai berikut:

Pertama: Solusi Bagi Penyebar

Mungkin saja para pengguna medsos yang men-share/menyebarkan atau me-like/menyukai berniat baik. Hanya, betapa banyak orang berniat baik tetapi tidak meraihnya. Kecuali kalau mereka adalah ahli bid‘ah atau pengekor hawa nafsu, maka itu urusan lain (Baca: pasti berniat buruk!). Oleh karena itu, solusinya adalah langkah-langkah berikut:

• Hendaknya dia takut kepada Allah dan mengingat bahwa menyandarkan hadits palsu kepada Nabi صلى الله عليه وسلم adalah dosa besar.

• Selektif dalam men-share hadits serta meneliti keshahihannya terlebih dahulu sebelum dia menyebarkannya di medsos.

Kedua: Solusi Bagi Penerima

Bila penerima mendapat kiriman hadits Nabi صلى الله عليه وسلم, maka hendaknya dia mengecek kebenarannya dengan berbagai cara baik dengan mengecek kitab aslinya jika mampu, bertanya kepada ustadz yang terpercaya dan ahli di bidang hadits atau cara-cara lainnya.

Dan hendaknya kita tidak tertipu dengan penyandaran yang tertera di medsos. Betapa sering terjadi sebuah hadits disandarkan oleh orang-orang jahil kepada al-Bukhari atau Muslim, padahal ternyata itu dusta untuk melariskannya!!

Mungkin penting kami sampaikan di sini, kaidah-kaidah umum dan global untuk mengetahui tanda-tanda hadits palsu, karena memang hadits yang mungkar dan palsu itu membuat hati penuntut ilmu menjadi geli dan mengingkarinya. Rabi‘ bin Hutsaim berkata:

إَنَّ لِلْحَدِيْثِ ضَوْءًا كَضَوْءِ النَّهَارِ تَعْرِفُهُ, وَظُلْمَةً كَظُلْمَةِ اللَّيْلِ تُنْكِرُهُ

“Sesungguhnya hadits itu memiliki cahaya seperti cahaya di siang hari sehingga engkau dapat melihatnya. Dan memiliki kegelapan seperti gelapnya malam sehingga engkau mengingkarinya.” [26]

Perlu diketahui bahwa hadits palsu itu memiliki beberapa tanda secara umum:

• Ucapan tersebut tidak menyerupai ucapan para Nabi صلى الله عليه وسلم.

• Ucapan tersebut lebih menyerupai ucapan dokter dan ahli tarekat sufi.

• Bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang paten dalam agama Islam.

• Lucunya makna yang terkandung dalam hadits tersebut. [27]

• Tidak adanya hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits yang penting seperti kitab-kitab sunan dan musnad.

Ketiga: Solusi Untuk Ahli Ilmu

Tugas para ahli ilmu, mubaligh, ustadz, dan da‘i sangat diperlukan untuk membendung fenomena ini dengan cara:

• Menyampaikan bahaya penyebaran hadits palsu, baik dalam khutbah Jum‘at, tulisan, kajian, website dan WhatsApp, atau TV dan radio.

• Menyebarkan hadits-hadits shahih, karena hadits palsu itu menyebar tatkala hadits shahih kurang tersebar.

• Membuat website, WhatsApp, atau Telegram yang ditangani oleh para penuntut ilmu yang perhatian dengan hadits untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hadits yang beredar di medsos.

Akhirnya, kita mohon kepada Allah تعالى agar menjadikan kita semua termasuk pembela-pembela Rasulullah صلى الله عليه وسلم dari segala hujatan dan kedustaan yang dialamatkan kepada beliau. Amin ya Rabbal‘alamin.


[Cerkiis.blogspot.com, Disusun oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi]

Footnote :

[1]  Al-Maudhu‘at, ash-Shaghani, hlm. 4.

[2]  Lihat Tadrib Rawi as-Suyuthi 1/335!

[3]  Lihat dampak-dampak buruknya dalam al-Atsar as-Sayyi’ah lil Wadh‘i fil Hadits Nabawi wa Juhudul Ulama fi Muqawamatihi oleh Dr. Abdullah bin Nashir asy-Syaqari, di Majalah Jami‘ah Islamiyah, edisi 120, hlm. 109–171!

[4]  Kami banyak mengambil faedah dari risalah Intisyarul Ahadits adh-Dha’ifah ‘Abra Wasa’il Ittishal Haditsah karya Dr. Umar bin Abdillah al-Muqbil, dengan tambahan beberapa referensi lainnya.

[5]  Al-Hafizh al-‘Iraqi berkata dalam al-Arba‘una al-‘Usyariyah hlm. 136, “Hadits ini termasuk hadits yang sangat populer, sehingga dijadikan contoh hadits mutawatir, diriwayatkan dari seratus sahabat lebih, di antara mereka adalah sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira sebagai calon penghuni Surga.” (Lihat pula Fat·hul Bari Ibnu Hajar 1/203, Syarh Shahih Muslim an-Nawawi 1/28, Nazhmul Mutanatsir al-Kattani hlm. 35, Ada’u Ma Wajab Ibnu Dihyah hlm. 26, Silsilah adh-Dha‘ifah al-Albani 3/71–73, Juz Hadits Man Kadzaba ath-Thabarani!)

[6]  Nuz·hatun Nazhar fi Taudhih Nukhbah Fikar hlm. 122

[7]  Syarh Muslim 1/30. Lihat pula nukilan-nukilan ucapan para ulama lainnya tentang masalah ini dalam kitab Tahdzir al-Khawwash min Akadzib al-Qushshash hlm. 20–37 karya al-Hafizh as-Suyuthi!

[8]  Al-Fatawa al-Haditsiyah hlm. 63

[9]  Silsilah al-Ahadits adh-Dha‘ifah 1/40–47 secara ringkas

[10] Lihat at-Tawassul wal Wasilah Ibnu Taimiyah hlm. 174!

[11] Lihat ad-Du‘a’ Muhammad bin Ibrahim al-Hamd hlm. 108!

[12] Al-Aqwal Syadzah fi Tafsir hlm. 223 karya Syaikhuna al-Fadhil Dr. Abdurrahman ad-Dahsy.

[13] Lihat ats-Tsamarul Mustathab al-Albani 1/585!

[14] Ta‘liq al-Asrar al-Marfu‘ah, Mula Ali al-Qari hlm. 183 secara ringkas.

[15] Silsilah al-Ahadits adh-Dha‘ifah no. 26

[16] Adh-Dhu‘afa’ 1/14 oleh al-‘Uqaili, al-Kifayah hlm. 431 oleh al-Khathib al-Baghdadi.

[17] Al-Maudhu‘at 1/18

[18] Ad-Durar al-Muntasyirah hlm. 503. Ibnul Qayyim juga mengatakan, “Di antara hadits-hadits palsu adalah hadits-hadits tentang semangka, ada buku khusus mengenainya. Imam Ahmad berkata, ‘Tidak ada satu pun hadits shahih dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم tentang semangka; hanya, Nabi صلى الله عليه وسلم pernah memakannya.” (al-Manarul Munif hlm. 130)

[19] Lihat Taisir Musthalah Hadits Dr. Mahmud ath-Thahhan hlm. 76–77 dan Nuz·hatun Nazhar Ibnu Hajar hlm. 118–121!

[20] Lihat al-Wadh‘u fil Hadits Nabawi 1/218, al-Wadh‘u wal Wadha‘una fil Hadits Nabawi hlm. 39–55.

[21] Dzammul Kalam al-Harawi no. 913

[22] Al-Kifayah fi Ilmi Riwayah, al-Khathib al-Baghdadi, hlm. 61.

[23] Mizanul I‘tidal, adz-Dzahabi, 2/250.

[24] Tarikh Baghdad, al-Khathib al-Baghdadi, 12/269.

[25] Lihat kisah-kisah menarik lainnya dalam buku Qashashun wa Nawadir li A’immatil Hadits fi Tatabbu‘i Sunnati Sayyidil Mursalin wa Dzabbi ‘Anha oleh Syaikh Dr. Ali bin Abdillah ash-Shayyah!

[26] Al-Kifayah fi Ilmi Riwayah al-Khathib al-Baghdadi hlm. 605, al-Maudhu‘at Ibnul Jauzi 1/147.

[27] Lihat al-Manar al-Munif Ibnu Qayyim hlm. 50–102!

[28] Tahdzir Sajid, al-Albani, hlm. 75.
Read more ...

Kecebong Kejeblos Lagi

Kecebong Kejeblos Lagi

KOMPAS TV... Halooowww :D
KECEBONG, SALAH Lagi... maksudnya mau menjadikan MASKOT anak itu, untuk Menggantikan si DESI (Denny Siregar) yang mulai SURAM, Tapi sayangnya Tidak Sesuai Harapanmu lagi yah Bong :D :D :D

Karena Tukang COPAS, itu banyak termasuk kalian juga tukang COPAS, nah anak ini termasuk Tukang COPAS yang TIDAK SANTUN, krn Tidak Menaruh Nama dari SIAPA dia COPAS Tulisan itu pada Status FB nya, jadi IJIN pun tidak...

Penulis sebenarnya bernama mita handayani...ini salah satu tulisannya si mita yg di copas Idawati Sitompul pada tahun 2016 dan disebelahnya COPASan si AFI bulan Mei 2017

Makanya bong dari dulu saya ingatkan, SUKA RIA itu Sekedarnya saja, jangan terlalu berlebihan, krn menerima Kenyataan itu ga enak
Read more ...

Kontrak Politik Radikal FPI dengan Anies-Sandi*

Kontrak Politik Radikal FPI dengan Anies-Sandi*
Oleh : Hersubeno Arief (Konsultan Media dan Politik)

Indonesian Free Press -- Front Pembela Islam (FPI) kembali bikin heboh. Selain kasus hukum yang tengah membelit Imam Besar Habib Rizieq Shihab, yang tengah ramai mendapat sorotan adanya tuduhan anggota FPI mengintimidasi seorang dokter wanita di Solok, Sumatera Barat.
*Benarkah FPI kelompok radikal, garis keras yang kerjanya hanya bikin rusuh dan onar?*
Keberadaan kelompok-kelompok semacam FPI inilah yang ditengarai menjadikan media asing terutama negara-negara Barat menilai kemenangan Anies-Sandi pada Pilkada DKI sebagai kemenangan “kelompok radikal”. Kemenangan “kelompok intoleran.”
Maklumlah bila kita bicara FPI yang terbayang adalah sekelompok orang berseragam putih, sebagian memakai gamis dan bersorban, sedang menghancurkan beberapa lokasi hiburan malam di beberapa kota, terutama kota besar seperti Jakarta.

Citra itu melekat sangat kuat kepada FPI. Kalau dalam bahasa anak gaul ada satu kata yang bisa menggambarkan FPI. *_Nyebelin. Rese._*
Tidak mengherankan ketika masa kampanye Pilkada DKI putaran pertama Anies R Baswedan berkunjung ke markas FPI di Petamburan, banyak yang terbelalak dan menjadi sangat kecewa.
Anies yang selama ini dikenal sebagai seorang muslim modern, metropolis, moderat bahkan disebut-sebut liberal kok bisa-bisanya hanya karena kepentingan untuk mendongkrak elektabilitas, bertemu dengan Habib Rizieq dan kemudian bahkan menjalin aliansi politik dengan FPI.
Banyak yang memperkirakan langkah Anies akan membuat elektabilitasnya makin _nyungsep._
Posisi pasangan Anies-Sandi yang dalam berbagai survei selalu berada di bawah Agus-Silvy dan Ahok-Djarot bakal tambah tercecer.
Maklumlah bagi yang tidak suka FPI apalagi Habib Rizieq, keduanya sudah menjadi musuh nomor 1. *_The number one public enemies._*
Tak lama kemudian muncul isu bahwa Anies-Sandi telah menandatangani kontrak politik dengan FPI. Mereka akan memberlakukan syariat Islam di Jakarta bila memenangkan pilkada.
Lantas seperti apa kontrak politik FPI dengan Anies-Sandi? Kan tidak mungkin FPI mendukung Anies-Sandi tanpa konsesi apapun.
Dalam politik dikenal istilah _no free lunch._ Tidak ada makan siang yang gratis.
*Kontrak politik radikal?*
Ternyata benar ada kontrak politik FPI dengan Anies-Sandi. Jadi sangat benar istilah “tidak ada makan siang gratis” dalam politik.
Seperti apa bunyi kontrak politiknya? Dokumen FPI tersebut terkesan disimpan cukup rapat. Ada setidaknya 40 kontrak politik Anies-Sandi dengan berbagai elemen masyarakat Jakarta, beberapa diantaranya sudah bocor ke media.
Ternyata ada 10 poin kontrak politik yang ditandatangani oleh Imam FPI DKI Jakarta Habib Muchsin bin Zaid Al-Attas dengan Anies-Sandi.
Cakupan kontrak politik tersebut sangat luas. Mulai dari soal perlindungan warga terhadap penggusuran sampai penghentian reklamasi Teluk Jakarta.
Namun dari ke-10 kontrak tersebut yang sangat menarik adalah poin kedua dan keempat.
Pada poin kedua disebutkan *“Bahwa, apabila kelak terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, akan mengutamakan kepentingan rakyat dalam arti tidak membeda-bedakan agama, suku, etnis, golongan, ras serta merangkul semua kelompok dan elemen masyarakat yang majemuk dan heterogen.”*
Pada poin ke-empat
*,” Bahwa apabila kelak terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, akan melindungi warga Jakarta serta menjaga kedaulatan bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).*
Sementara pada poin keenam sangat khas FPI berkaitan dengan masalah moral, tapi lagi-lagi dikaitkan dengan perlindungan terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan kerukunan beragama.
*“Bahwa apabila kelak terpilih Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, wajib mengatasi segala bentuk kejahatan moral, korupsi, narkoba dan memberantas tindak pidana asusila pornografi/pornoaksi serta memberikan rasa aman dalam beribadah kepada semua warga sesuai agama dan keyakinan yang dianutnya dalam upaya meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama.”*
Poin-poin lain yang diajukan FPI berkaitan dengan fasilitas publik seperti mengatasi kemacetan, banjir, penataan perumahan kumuh, tidak melakukan penggusuran semena-mena, peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan para pendidik.
Tidak ada satupun poin yang berkaitan dengan pemberlakukan Syariat Islam apalagi mengistimewakan keberadaan FPI.
Semua poin kontrak politik yang diajukan _“gak FPI banget.”_ Ini benar-benar sebuah kontrak politik yang radikal.
Kemana itu hilangnya wajah garang FPI. Kemana aksi-aksi yang disebut banyak pihak sebagai bentuk radikalisme dan intoleransi. Kemana aksi-aksi yang kalau menggunakan istilah beberapa kalangan yang mendadak NKRI sebagai aksi yang anti NKRI dan tidak bhineka itu?
Mengapa FPI tidak memanfaatkan kesempatan mumpung ada pasangan calon gubernur-wakil gubernur yang bersedia menandatangani kontrak politik?
Biasanya kan kalau kandidat sedang membutuhkan dukungan, apa saja kontrak politik akan ditanda tangani, yang penting mendapat tambahan suara. Apalagi saat itu posisi Anies-Sandi juga tengah kritis.
*Sering disalahpahami*
Keberadaan FPI memang sering disalahpahami. FPI juga salah satu contoh korban sempurna dari proses framing dan labeling yang banyak dilakukan oleh media dan kelompok-kelompok yang alergi dengan kekuatan Islam.
Penjelasan ulama kondang Abdullah Gymnastiar atau lebih dikenal sebagai Aa Gym bisa membantu untuk memahami posisi figur seperti Habib Rizieq dan FPI. Sebagai muslim diajarkan agar menjalankan agama secara paripurna, kita harus melaksanakan *“Amar ma’ruf, nahi munkar.”* Mengajak berbuat baik dan mencegah melakukan perbuatan munkar, mencegah perbuatan yang tidak baik.
Kebanyakan ulama mengambil peran pada amar ma’ruf saja. Sementara yang melakukan nahi munkar, sangat jarang. *Ada yang bertugas menyemai dan menanam benih, tapi ada juga yang bagiannya cabut rumput dan menyemprot hama.* Barulah lengkap dan tanaman bisa tumbuh subur dan sehat.
Habib Rizieq dan FPI berani mengambil peran yang jarang mau dilakoni banyak orang. Dia jadi tukang cabut rumput dan penyemprot hama. Peran itu sangat berat. Peran itu membuat dia banyak dimusuhi.
Musuhnya mulai dari para pemilik hiburan malam, pengedar dan pengguna narkoba, minuman keras, para pelaku dan konsumen prostitusi, dan berbagai kegiatan negatif lainnya. Musuhnya adalah oknum aparat negara yang ikut menikmati berbagai aktivitas yang menyimpang tersebut.
Lho bukannya semua itu tugas aparat hukum? Bukankah negara kita negara hukum. Tidak boleh main hakim sendiri?
Bagi Anda generasi lama atau penggemar film-film Hollywood lawas pasti kenal dengan tokoh Django (1966) yang diperankan oleh Franco Nero. Django adalah jagoan pembela kebenaran yang beraksi manakala kedzoliman merajalela dan aparat penegak hukum tidak bertindak atau malah menjadi bagian dari sindikat kejahatan.
Prototipe semacam itu juga banyak tampil di film-film Hollywood dalam genre film cowboy. Mereka hanya turun ketika situasi _law and order_ tidak berjalan.
Ketika semua berjalan baik, mereka akan meninggalkan kota dan kembali ke habitat asalnya. Habitat jalan dakwah. Sebuah jalan sunyi yang jauh dari hiruk pikuk dunia hiburan malam.
*“Ane janji kagak bakal demo apalagi ngancur-ngancurin tempat hiburan malam kalau gubernur dan aparat bekerja dengan bener,”* ujar seorang tokoh FPI.
Musuh FPI dan Habib Rizieq bertambah banyak karena mereka kemudian terlibat dalam Pilkada DKI dalam ikhtiar mendukung figur gubernur DKI yang bisa menjalankan nahi munkar. Mereka menjadi sosok yang membahayakan kepentingan politik kelompok-kelompok tertentu yang sering disebut sebagai oligarki.
Habib Rizieq menjadi sosok yang membahayakan kekuasaan ketika tampil sebagai pimpinan dan figur sentral di Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI.
*Tugas kemanusiaan dan bencana*
Di luar aksi-aksi nahi munkar, FPI sesungguhnya banyak terlibat dalam aksi kemanusiaan dan penanggulangan bencana. Tapi sayangnya hal itu tidak cukup menarik dan sexy bagi media, apalagi mereka yang sejak awal sudah punya frame dan label tersendiri.
Masih ingat kan ketika Laskar FPI mengawal sepasang pengantin yang akan menikah di Katedral Jakarta saat berlangsung Aksi Bela Islam 212? Kelompok radikal dan intoleran kok mau-maunya mengawal pengantin non-muslim yang mau menikah di Katedral.
Di berbagai bencana alam, pasukan FPI juga selalu hadir paling awal. Yang paling fenomenal adalah ketika berlangsung bencana tsunami di Aceh Desember 2004. Habib Rizieq dan pasukan FPI bahu membahu membahu bersama TNI melakukan evakuasi ribuan jenazah.
Tanpa bermaksud menafikan peran begitu banyak relawan dari berbagai elemen masyarakat dan dari berbagai negara, FPI termasuk yang berdiri di garda terdepan dan paling banyak melakukan evakuasi.
FPI termasuk Habib Rizieq berbulan-bulan bertahan di Aceh dan bermalam di Taman Makam Pahlawan Kampung Ateuk Pahlawan, Banda Aceh.
Wartawan sering menemui Habib Rizieq yang berteduh, tidur, makan minum dan beribadah di bawah sebuah bangunan makam yang kebetulan bentuknya agak besar. Majalah Tempo pernah membuat reportase cukup menarik tentang kiprah FPI pada saat tsunami Aceh.
*Adu domba kasus dr Fiera*
Bagaimana dengan kasus intimidasi terhadap dr Fiera Lovita? Kasus ini sekarang sedang sangat hit dan ramai diberitakan media, terutama medsos.
Dokter yang bertugas di Solok, Sumbar ini sempat membuat status di medsos yang dinilai menghina Habib Rizieq berkaitan dengan kasus chating dengan Firza. FPI Sumbar sempat berang dengan aksi dokter tersebut. Namun dengan mediasi kepolisian masalahnya bisa diselesaikan dan dr Fiera sudah membuat pernyataan meminta maaf. _The problem is solved._
Tiba-tiba kasus itu malah meledak. Ada yang menggorengnya. Beberapa organisasi mengecamnya sebagai bentuk intimidasi dan intoleransi. Mabes Polri menyebut ada yang sedang mencoba mengadu domba.
Berdasarkan informasi dari Kapolda Sumbar Irjen Pol Fakhrizal tidak ada intimidasi.
Bantahan serupa juga disampaikan oleh Gubernur Sumbar Irwan Prayitno. Menurutnya Bumi “Urang Awak” itu juga aman-aman saja.
Para “pembuat badai” ini rupanya melihat kasus dr Fiera sebagai sebuah isu yang sexy yang melibatkan FPI. Apalagi dr Fiera juga seorang muslimah yang berjilbab. Momentumnya juga sangat pas dengan penetapan Habib Rizieq sebagai tersangka.
Agar lebih dramatis, mereka sampai turun tangan melakukan “evakuasi” dr Fiera dan kedua anaknya ke Jakarta.
*Peran para “pembuat badai” ini mengingatkan kita pada sebuah syair lagu gubahan penyair Taufik Ismail, yang dipopulerkan group band God Bless, Panggung Sandiwara. //Ada peran wajar/ dan ada peran yang berpura-pura//Mengapa kita bersandiwara?//*end


Keterangan: dicopas dari status Uwais Alatas.
Read more ...

Tangan-Tangan Setan Masih Mencengkram Iran (4)

Tangan-Tangan Setan Masih Mencengkram Iran (4)
Indonesian Free Press -- Pada bulan September 2013, Menlu Iran Javad Zarif membuat kicaun di Tweeter, "Happy Rosh Hashanah", merujuk pada Tahun Baru Yahudi.

Hal itu memancing respons luas di antara pengikutnya, di antaranya Christine Pelosi, putri dari politisi senior Amerika yang dikenal sebagai pendukung berat zionis, Nancy Pelosi. Christine membalas kicauan Zarif: "Terima kasih. Namun tahun baru akan semakin manis bila Anda mengakhiri penolakan terhadap holocaust, Tuan."

Tanpa diduga Christine Pelosi, ia mendapat respons dari Zarif: "Iran tidak pernah menolak holocoust."

Lebih mengejutkan lagi Zarif menyindir Ahmadinejad, mantan Presiden Iran dari kubu konservatif yang dikenal sebagai penolak mitos holocoust.


"Orang yang dianggap sebagai penolak (holocoust) kini telah pergi. Selamat tahun baru," kicau Zarif.

Sampai setengah tahun yang lalu saya juga tidak akan percaya dengan kabar ini. Seorang pejabat senior Iran berkomunikasi dengan seorang zionis, bahkan memberikan ucapan selamat kepada para zionis, sangat jauh dari pikiran saya. Saya juga tidak pernah berfikir bahwa sebagian elit penguasa di Iran adalah hasil didikan Barat.

Faktanya adalah, Javad Zarif selama 11 tahun tinggal di Amerika menyelesaikan pendidikan sarjana hingga doktornya. Dua anak Zarif lahir di Amerika. Maka saya tidak bisa membantah begitu saja 'tuduhan' editor Veterans Today Kevin Barrett, bahwa Zarif sebenarnya memiliki kewarga-negaraan ganda, Iran dan Amerika.

Bagaimana dengan Presiden Iran, Hassan Rouhani? Ia juga lulusan universitas di Glasgow, Skotlandia, Inggris. Dipastikan masih banyak lagi pejabat-pejabat penting yang menempuh pendidikan di negara yang dijuluki sebagai 'setan besar' oleh pendiri Republik Islam Iran, Amerika.

Tahun lalu biro penyidik federal Amerika FBI menyidik keterlibatannya dengan Yayasan Alavi yang oleh pemerintah Amerika dituduh bekerja untuk pemerintah Iran dengan fungsi melakukan tindakan 'cuci uang' sebagai langkah menyiasati kebijakan sanksi Amerika untuk Iran. Ini seperti bisnisnya jutawan Babak Zanjani, yang dengan kedekatannya dengan jaringan keuangan internasional dan elit pemerintah Iran, membantu pemerintah Iran mengais uang pendapatan minyak yang tertahan karena sanksi Amerika.

Namun, jika nasib Babak berakhir tragis di tiang gantungan untuk menghilangkan jejak permainan kotor elit penguasa Iran, tidak demikian dengan Zarif. Ia dibebaskan dari jeratan hukum Amerika setelah Yayasan Alavi yang dipimpin Zarif menyerahkan bangunan 36 lantai dan sejumlah properti lainnya di Amerika kepada pemerintah Amerika.

Meski sama sekali tidak terlibat dalam gerakan Revolusi Iran tahun 1979, karena sejak tahun 1977 Zarif tinggal di Amerika, namun Zarif bersama sejumlah mahasiswa asal Iran melakukan tindakan pendudukan atas kantor Konsulat Iran di San Francisco dengan mengklaim sebagai pendukung Revolusi Iran yang anti Regim Shan Pahlevi. Mereka menuduh para diplomat Amerika sebagai 'kurang Islami', dan untuk itulah mereka harus diganti.

Zarif dan teman-temannya juga melakukan langkah yang sama terhadap Kedubes Iran untuk PBB. Untuk menghentikan langkah Zarif, kedubes Iran di PBB pun menawarinya pekerjaaan sebagai diplomat. Dan sejak saat itu, seperti ditulis Don Melvin, CNN, tanggal 3 April 2015 berjudul '6 lesser-known facts about Iran's Foreign Minister Javad Zarif', Zarif menghabiskan banyak waktu bersama John Kerry, yang kemudian menjadi capres dan terakhir menjadi Menlu Iran.(ca)



(bersambung)

Read more ...

Anotasi Lengkap atas Berbagai Karya Ulama Nusantara

Anotasi Lengkap atas Berbagai Karya Ulama Nusantara
Anotasi Lengkap atas Berbagai Karya Ulama Nusantara
Anotasi Lengkap atas Berbagai Karya Ulama Nusantara
SINOPSIS, ARRAHMAH.CO.ID - Sejak wacana Islam Nusantara digaungkan, pro kontra terus berlangsung. Pihak yang kontra bahkan membuat gosip yang aneh-aneh dan tidak bertanggungjawab, bahwa Islam Nusantara adalah proyek liberalisasi, kalau shalat berbahasa daerah, kalau mati dibungkus kain batik, dsb. Isu murahan ini gencar dilancarkan sebelum Muktamar NU 2015 silam.

Anda pro atau kontra Islam Nusantara, silahkan. Eyel-eyelan soal maksud "Islam Nusantara" yang memubazirkan waktu juga silahkan. Itu urusan anda. Tapi, yang pasti, di tengah terpaan gosip ini, generasi muda NU terus berkarya dengan memperkokoh kajian seputar Islam Nusantara. Ada Mas Amirul Ulum yang banyak menulis biografi ulama Nusantara, ada juga Gus Nanal Ainal Fauz yang turut serta dalam kajian di bidang ini dengan menerbitkan karya-karya ulama kita melalui lembaga yang dirintisnya, Turats Ulama Nusantara.

Setelah Mas Zainul Milal Bizawi menulis "Masterpiece Islam Nusantara: Sanad dan Jejaring Ulama Santri 1830-1945" yang mengupas jaringan para ulama Nusantara, di mana karya ini menjadi salah satu sumbangsih penting bagi kajian Islam Nusantara, Mas  Ahmad Ginanjar Sya'ban Sya'ban memperkokoh bidang ini dengan karya terbarunya, "Mahakarya Islam Nusantara: Kitab, Naskah, Manuskrip dan Korespondensi Ulama Nusantara".

Bagi saya, buku setebal lebih dari 600 halaman ini adalah salah satu karya terbaik yang membedah karya-karya ulama Nusantara di abad yang lampau, maupun karya ulama Arab yang mengupas ulama kita. Sebagai seorang filolog-santri, Mas Ginanjar dengan baik mengupas isi, menjelaskan riwayat dan genealogi keilmuan penulisnya, serta membedah konteks zaman saat sebuah karya ditulis.

Demikian pentingnya buku ini, saya menilainya sebagai embrio yang mulai tampak dalam mewujudkan "bibliografi karya ulama-ulama Nusantara", semacam ensiklopedi yang memberikan kita data sekaligus bentangan peta khazanah keilmuan ulama-ulama Nusantara. Penulis, yang merupakan alumni Lirboyo ini, punya kapasitas memadai untuk menjelajahi kekayaan intelektual ulama Nusantara. Dengan ketelatenan dia membaca, memberikan catatan, bahkan melakukan pembacaan secara kritis atas sebuah teks, baik yang masih berupa manuskrip, maupun yang sudah dicetak.

Misalnya, Mas Ginanjar mengupas kitab yang beranak pinak dalam kajian Madzhab Syafii di Nusantara. Diawali dengan kitab fiqh "As-Sirath al-Mustaqim" karya Syekh Nuruddin Arraniri, mufti Kesultanan Aceh. Kitab berbahasa Melayu klasik ini kemudian dilanjutkan oleh muridnya, Syekh Abdurrauf Assinkili dengan karyanya, "Mir-at at-Thullab" yang juga berbahasa Melayu klasik.
Dua kitab di atas dikokohkan lagi kajian fiqhnya oleh Syekh Jalaluddin Asyi (Aceh) dengan karyanya, "Umdat al-Ahkam", yang disambut dan dilanjut dengan ulasan lebih luas lagi oleh ulama asal Banjarmasin, Syekh Arsyad al-Banjari melalui "Sabil al-Muhtadin" dan ulama asal Pattani, Thailand, Syekh Dawud Fatthani dengan "Sullam al-Mubtadi'"-nya. Semua kitab di atas ditulis menggunakan bahasa Melayu yang menjadi Lingua Franca kawasan Nusantara saat itu.

Berbagai karya berbahasa Melayu di atas kemudian disempurnakan lagi oleh murid Syekh Dawud Fatthani, Syekh Nawawi al-Bantani, dengan karyanya yang berbahasa Arab, "Nihayat Az-Zain", yang dilanjutkan oleh muridnya lagi, Syekh Mahfudz Attarmasiy dengan "Hasyiah at-Tarmasiy". Kitab berbahasa Arab ini juga disambut dan dilanjutkan dengan baik oleh kawan sejawatnya, yaitu Sayyid Utsman bin Yahya, Mufti Batavia, dengan karyanya, "Irsyad al-Anam" yang berbahasa Melayu dialek Betawi, dan Syekh Soleh Darat dengan "Al-Majmu'ah Asy-Syariah" yang berbahasa Jawa, dan dilanjutkan lagi oleh muridnya, Syekh Raden Mukhtar Natanegara Atharid Al-Bughury (Bogor) melalui kitabnya, "Kifayat al-Mubtadiin" yang berbahasa Sunda, dan seterusnya.

Karena merupakan anotasi atas lebih dari 100 kitab, maka berbagai penjelasan dalam buku ini menjadi semacam struktur rangka yang saling menopang membentuk bangunan Islam Nusantara.
Dengan mendaras berbagai karya ulama di dalam buku ini, kita dapat menemukan titik tumpu koneksi ulama Nusantara dengan ulama Timur Tengah sebagai bagian dari proses transmisi ajaran Islam, dan dinamika yang terjadi dalam proses transmisi ini. Misalnya, seorang murid Syekh Yasin bin Isa al-Fadani, yaitu Syekh Mahmud al-Masri, menghimpun biografi ulama Nusantara abad 14 Hijri sekaligus guru-guru Syekh Yasin bin Isa al-Fadani, melalui kitab "Tasynif al-Asma' bi Ijazah as-Syuyukh wa al-Sama'". Di dalam kitab ini terdapat sekira 30 ulama Nusantara yang peenah berkiprah di Masjidil Haram, di mana sebagian dari mereka sangat asing dan tidak populer di Indonesia. Untunglah, dengan karya itu, Syekh Mahmud al-Masri berhasil mendokumentasikan nama-nama ulama kita yang berperan penting dalam transmisi keilmuan di Haramain.

Melalui buku ini, kita semakin paham apabila Nusantara memiliki banyak ulama yang mencerahkan umatnya melalui karya tulis di berbagai bidang: nahwu, sharaf, fiqh, aqidah, tafsir, tasawuf, dan sebagainya. Bahkan, ulama sekaliber Syekh Khatib al-Minangkabawi sempat berpolemik dengan Syekh M Hasyim Asy'ari  mengenai Sarekat Islam. Hasil diskusi ini direkam dalam Tanbih al-Anam dan Kaff al-Awam.

Selain mengupas kitab, buku ini juga mengulas korespondensi antara ulama, catatan perjalanan haji seorang bangsawan Sunda, genealogi intelektual, tipikal khas naskah Islam Nusantara, hal ihwal tulisan "Kabikaj" yang dianggap jimat kitab, sampai ulasan mengenai buku kecil pemikiran Bung Karno yang diterbitkan di Kairo era Gamal Abd Nasser.

Dengan buku ini, kita semakin paham bahwa pasca Walisongo sampai era penjajahan tidak terjadi peristiwa fatrah intelektual, sebagaimana yang dicurigai selama ini. Sebab, ternyata dalam rentang waktu 500 tahun sejak Islamisasi Nusantara, ulama-ulama kita hadir mengisi ruang keilmuan dengan berbagai topik yang sangat dinamis.

Wallahu A'lam

Oleh: Rijal Mumazziq Z 
Ketua LTN NU Surabaya
----
Judul: Mahakarya Ulama Nusantara, Kitab, Naskah, Manuskrip dan Korespondensi Ulama Nusantara
Penulis: A. Ginanjar Sya'ban
Penerbit: Pustaka Compass, 2017.
Tebal: xxxii + 642 hlm.
Harga: 160.000
Berminat? Inbox atau Hubungi 085-645-311-110
Read more ...
Designed By