Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]
Catatan Ukhty: I'tikaf : Masjid perkantoran dan Masjid di Mall Pusat Perbelanjaan
Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]

Breaking News

Jumat, 16 Juni 2017

I'tikaf : Masjid perkantoran dan Masjid di Mall Pusat Perbelanjaan

I'tikaf : Masjid perkantoran dan Masjid di Mall Pusat Perbelanjaan
I'tikaf : Masjid perkantoran dan Masjid di Mall Pusat Perbelanjaan

Salah satu syarat i'tikaf adalah di masjid, dan sesuatu itu bisa disebut masjid adalah sesuatu yang kita anggap bisa dilakukan sholat Tahiyatul Masjid di situ.

Ini sebagaimana keumuman hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam,

إذا دخل أحدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين

"Jika salah seorang dari kalian masuk ke dalam masjid, maka janganlah kalian duduk hingga kalian sholat dua rekaat (Tahiyatul masjid) " (HR. Bukhari Muslim)

Adapun syarat bahwa i'tikaf itu harus di masjid adalah potongan firman Allâh dalam QS Al Baqarah : 187,

وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِد

".... Dan kamu beri'tikaf di dalam masjid - masjid...." [QS Al Baqarah :187]

Kata (الْمَسَاجِد) "Al Masaajid" dalam ayat itu adalah jama' dari kata (المسجد) "Al Masjid". Sehingga kata "Al Masaajid" dalam ayat itu berarti masjid-masjid, dan ini mencakup berbagai jenis masjid yang penting dia bisa disebut masjid dan bisa ditegakkan sholat Tahiyatul masjid di situ.

Dan keumuman perkataan "Al Masaajid" dalam ayat ini, adalah pendapat yang kami rojihkan dan yang kami ambil pendapatnya dalam masalah jenis masjid yang sah untuk digunakan sebagai tempat i'tikaf.

Lho memang ada pendapat lain ya? 

Al Jawab, ada. 

Ada sebagian ulama yang memberikan definisi yang lebih khusus mengenai masjid yang sah digunakan sebagai tempat i'tikaf. Yang mana pengertian masjid ini lebih khusus, daripada istilah masjid yang telah kami paparkan tadi.

Sebagian ulama mensyaratkan bahwa masjid yang sah digunakan itu harus (مسجد جامع) "Masjid Jami' ", dan tidak boleh sembarang masjid.

Pendapat ini didasarkan pada pendapat Aisyah rodhiyalloohu anhaa berikut ini,

عائشة - رضي الله عنها - قالت: "وَلَا اعْتِكَافَ إِلَّا فِي مَسْجِدٍ جَامِعٍ"  ( رواه أبو داود - (٢٤٧٣) وقال الألباني في صحيح سنن أبي داود:(حسن صحيح))

Berkata Aisyah rodhiyalloohu anhaa, "Dan tidak ada i'tikaf kecuali di masjid Jaami'". [Hr. Abu Daud (2473), berkata Al Albani dalam Shohih sunan Abu Daud : Hasan Shohih]

Dikatakan bahwa Ibnu Abbas juga berpendapat seperti ini, namun kami belum menemukan riwayat nya.

Atas dasar Atsar ini, maka sebagian ulama berpendapat bahwa masjid untuk i'tikaf itu harus masjid jami'. Tidak boleh sembarang masjid yang mana walaupun kita boleh melakukan sholat tahiyatul masjid disitu.

Sekarang apakah yang dimaksud masjid jami' itu? Masjid jami' adalah masjid yang dilakukan sholat jumat di situ. Maka dari itu dia disebut sebagai masjid jami', yakni karena dia mengumpulkan orang untuk sholat jumat di situ.

Imam Asy Syafi'i berkata,

اعتكاف في المسجد الجامع أحب إلينا، وإن اعتكف في غيره فمن الجمعة إلى الجمعة

الأشراف على مذاهب العلماء لابن منذر ( 3 / 161 ) ، و ينظر كتاب الأم

"I'tikaf di masjid Jaami lebih kami sukai. Adapun jika ber-i'tikaf di selain masjid jami', maka kita harus keluar dari masjid itu setiap jumat (untuk sholat jumat di masjid Jaami). "
[Al Isyrof alaa madzaahib al ulamaa' (3/161), tulisan Ibnu Mundzir. Lihat juga di dalam kitab Al Umm (tulisan imam Asy Syafi'i)]

Kenapa kita lebih menguatkan pendapat boleh i'tikaf di sembarang masjid, asal kiranya pantas dilakukan sholat tahiyatul masjid di situ. Dibandingkan dengan pendapat harus di masjid jami' itu?

1. Karena ayat QS Al Baqarah :187 itu lebih bersifat global (mujmal), terlebih juga disebutkan dengan bentuk jama' "Al Masaajid". Sehingga ini memberikan faedah semua masjid bisa masuk di dalam hal itu.

2. Karena Rasulullah tidak memperinci jenis masjid yang bagaimanakah masjid yang dimaksud. Sehingga itu dikembalikan kepada pengertian umum akan istilah masjid.

Seandainya Rasulullah memperincinya, maka kami akan mengikutinya.

3. Adapun perincian dari ibunda Aisyah, maka itu adalah pendapat beliau. Dan secara ushul fiqh pendapat sahabat itu bukan dalil, karena dia bisa berbeda pendapat dengan dalil (karena mungkin dia tidak mendapatkan haditsnya) ataupun bertentangan dengan pendapat sahabat yang lainnya.

Dan perselisihan pendapat para sahabat dalam masalah fiqh itu sudah lumrah terjadi.

Adapun yang bisa teranggap sebagai dalil itu adalah Ijma' sahabat, bukan pendapat sahabat.

Lagipula pendapat sebaiknya di masjid jami itu diterangkan juga illat (penyebab nya) oleh ulama (Lihat qoul imam syafi'i sebelumnya), yakni agar orang yang ber i'tikaf (mu'takif) juga bisa sholat di masjid Jaami tersebut, tidak perlu memutus i'tikaf nya guna keluar masjid untuk sholat jumat.

Sehingga pendapat yang benar mengenai i'tikaf di masjid Jaami itu adalah afdholiyyah saja, bukan syarat.

Ada juga pendapat lain yang disandarkan pada hadits "Tidak ada i'tikaf kecuali di tiga masjid". Yakni di masjidil Haram, masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsho.

Namun ini sebenarnya hanya afdholiyyah juga, sama seperti masjid jami', yakni karena keutamaan beribadah di tiga masjid itu dibandingkan masjid lain. Namun ini bukan syarat sah i'tikaf.

Sekarang ternyata ada lagi pendapat, bahwa syarat sah i'tikaf itu harus di masjid wakaf.

Yakni tidak boleh di masjid masjid yang didirikan oleh perkantoran, ataupun masjid masjid yang didirikan oleh Mall pusat perbelanjaan. Karena fasilitas masjid itu hakekatnya tetap milik dari orang yang memiliki tempat perkantoran atau Mall itu.

Masjid itu dianggap bukan masjid wakaf, yang bukan milik perseorangan, dan sudah benar-benar diberikan kepada Ummat.

Jadi yang dianggap sah i'tikaf nya menurut pendapat ini adalah harus di masjid umum yang merupakan masjid wakaf.

Tidak sah i'tikaf di masjid perkantoran dan Mall perbelanjaan, yang mana walaupun masjid itu dianggap layak untuk dilakukan sholat tahiyatul masjid disitu, dan rutin dilakukan sholat jumat disitu guna kepentingan pekerja kantoran dan pengunjung Mall.

Tanggapan kami terhadap pendapat ini, adalah pendapat ini kurang memiliki dalil khusus yang menunjukkan akan keharusan syarat masjid wakaf.

Apa yang teranggap dalil adalah pemahaman yang dibangun dari penarikan kesimpulan fiqh saja.

Berbeda dengan pendapat yang harus di masjid Jaami atau di tiga masjid itu. Pendapat itu walaupun kami anggap kurang kuat, namun pendapat itu memiliki Atsar dan dalil yang tegas menyebutkan hal itu.

Adapun dalil yang tegas menyebutkan "harus jenis masjid wakaf" belum pernah kami temukan.

Benar bahwa masjid masjid zaman Rasulullah dan para Salaf itu umumnya adalah masjid wakaf. Tidak ada yang namanya masjid pribadi. Semua milik ummat.

Masjid atas nama kepemilikan pribadi memang baru kita temukan pada zaman modern ini. Terutama masjid masjid di perkantoran dan Mall pusat perbelanjaan.

Akan tetapi jika benar bahwa harus masjid wakaf, tentu Rasulullah dan para sahabat seharusnya menjelaskan nya. Dan karena mereka tidak menjelaskan nya, maka ini kembali kepada qoidah ushul fiqh

تأخير البيان عن وقت الحاجة لا يجوز

"Mengakhirkan penjelasan ketika waktu dibutuhkan itu, tidak diperbolehkan "

Maka dari itu, sanggahan kami atas pendapat ini adalah karena ketiadaan dalil. Penarikan kesimpulan fiqh yang dijadikan dalil itu kami anggap tidak sesuai dengan qaidah yang telah kami sebutkan itu.

Walloohu A'lam

[http://ift.tt/2dG9IYK, Penulis: Ustadz Kautsar Amru]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By