Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]
Catatan Ukhty: Tangan-Tangan Setan Masih Mencengkeram Iran (3)
Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]

Breaking News

Senin, 29 Mei 2017

Tangan-Tangan Setan Masih Mencengkeram Iran (3)

Tangan-Tangan Setan Masih Mencengkeram Iran (3)
Indonesian Free Press -- Pada suatu hari setelah berakhirnya suatu peperangan, Rosulullah mendapatkan seseorang yang pernah berjasa kepadanya namun berperang di pihak musuh, tertawan. Demi dilihatnya orang itu, maka Rosul memerintahkan agar orang itu dibebaskan, sementara tawanan-tawanan lainnya ditawan dan dihukum mati.

Nasib berkebalikan dialami oleh Houshang Asadi, jurnalis dan anggota partai komunis Iran. Menjalin persahabatan dengan Ali Khamenei selama dipenjara bersama tahun 1974 di penjara Moshtarek, setelah Khamenei terpilih menjadi Presiden Iran tahun 1981, Khamenei justru memerintahkan Asadi ditahan lagi di penjara Moshtarek dan selama enam tahun menjalani penyiksaan secara sistematis.


Kepada The New York Times yang mewawancarainya di Perancis tahun 2012, Asadi mengatakan tentang Ali Khamenei, "Kami saling berpelukan dan dengan air mata menetes di pipinya, ia (Khamenei) berbisik di telinga saya, 'Houshang, bila Islam telah berkuasa, tidak akan ada lagi air mata yang tumpah dari seseorang yang tidak bersalah'.”

"Apa yang tidak terbayangkan oleh Asadi adalah ulama itu kemudian menjadi Presiden Republik Islam Iran dan kemudian ia memenjarakannya kembali, menjatuhkan hukuman mati dan secara brutal menyiksanya selama enam tahun di penjara yang sama.

Saat ini, ulama itu telah menjadi Pemimpin Tertinggi Iran, yaitu Ayatollah Ali Khamenei," tulis New York Times.

Nasib yang hampir sama dengan Asadi, namun jauh lebih tragis, dialami oleh Hassan Pakravan, mantan Kepala Inteligen dan polisi rahasia SAVAK Iran di bawah regim Shah Pahlevi. Ketika Pakravan dijatuhi hukuman mati oleh pemimpin Iran, Ayatollah Khomeini pada tanggal 11 April 1979, rakyat Iran bersorak sorai karena menganggapnya sebagai orang yang patut dihukum mati karena kekejamannya. Namun, rakyat Iran tentu tidak pernah berfikir bahwa Pakravan adalah sahabat dekat Ayatollah Khomeini.

Ketika pada tahun 1963 Khomeini dijatuhi hukuman mati oleh regim Shah Pahlevi, Pakravanlah yang berjasa besar menyelamatkannya dari tiang gantungan. Ia berhasil membujuk pemimpin tertinggi Shiah kala itu, Ayatollah Shariatmadari, untuk menyematkan gelar Ayatollah kepada Khomeini, sekaligus menganulir vonis mati Khomeini karena konstitusi Iran melarang seorang Ayatollah untuk dihukum mati. Namun setelah KHomeini berhasil meraih kekuasaan pada tahun 1979, Pakravan menjadi salah satu korban pertama eksekusi yang dijatuhkan oleh Khomeini. Sedangkan Shariatmadari, harus menjalani berbagai penindasan yang dilakukan Khomeini terhadapnya, mulai dari penahanan rumah hingga penyiksaan, dan terakhir dipermalukan dengan permohonan ampunan secara terbuka kepada Khomeini.

Saya (blogger) tidak percaya kalau Khomeini adalah pelaku penyembahan setan yang mengorbankan orang-orang dekatnya sendiri untuk meraih kesuksesan. Namun saya percaya, Khomeini melakukan itu semua untuk menyembunyikan masa lalunya yang gelap. Seperti Rouhani berusaha menyembunyikan praktik-praktik kotor para elit penguasa Iran dengan menghukum mati pengusaha kaya Babak Zanjani tahun 2016.

Ketika Khomeini dan para pendukungnya merebut kekuasaan Iran, jaringan lama yang menghubungkan kepentingan Iran dengan bisnis minyak internasional, khususnya British Petrolium, tetap terjaga. Pakravan, sahabat Khomeini itu memang tewas, namun Dr. Mehdi Hessabi diberi amnesti oleh Khomeini dan tangan kanan Khomeini, Hashemi Rafsanjani memupuk kekayaan hingga miliaran dollar.

Revolusi Iran tahun 1979 berjalan aneh. Tidak ada faktor-faktor yang mendukung untuk meletupnya revolusi. Tidak ada krisis sosial ekonomi. Tidak ada bencana alam. Namun kepentingan minyak Inggris dan Amerika terancam oleh sikap Shah Pahlvei yang semakin independen dan nasioanlis, membagi-bagikan tanah untuk rakyat dan menggelontorkan penghasilan minyak lebih banyak untuk kesejahteraan rakyatnya. Maka, Khomeini yang telah disiapkan lama di Perancis, dengan perlindungan Amerika dan Inggris dikirim pulang ke Iran untuk menggelorakan revolusi.(ca)



(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By