Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]
Catatan Ukhty: Fenomena Maraknya Hadits Palsu di Media Sosial
Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]

Breaking News

Rabu, 31 Mei 2017

Fenomena Maraknya Hadits Palsu di Media Sosial

Fenomena Maraknya Hadits Palsu di Media Sosial
Fenomena Maraknya Hadits Palsu di Media Sosial

Fenomena Maraknya Hadits Palsu di Media Sosial

Muqaddimah

Pada zaman kita sekarang, telah banyak beredar beberapa hadits palsu yang dilariskan oleh para penceramah di mimbar, di sekolah, dan di berbagai perkumpulan disebabkan kurangnya pengetahuan manusia tentang ilmu hadits dan sedikitnya orang yang ahli di bidang hadits. [1]

Hadits-hadits lemah dan palsu itu begitu banyak sekali, ratusan bahkan ribuan.(!) Bagaimana tidak, seorang zindiq saja pernah membuat hadits palsu sebanyak empat ribu hadits [2].(!) Dan tiga orang yang terkenal sebagai pemalsu hadits pernah membuat hadits palsu lebih dari sepuluh ribu hadits!

Ditambah lagi hadits-hadits yang disebarkan oleh manusia dengan berbagai tujuan baik politik, fanatik golongan, taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ala mereka, orang-orang sufi, dan para fuqaha yang kurang perhatian terhadap hadits. Semua itu banyak sekali bertebaran dalam kitab-kitab fiqih, tafsir, akhlak, dan sebagainya.

Lebih-lebih pada zaman sekarang, di mana bermunculan media-media sosial yang begitu banyak dan canggih dengan adanya internet: Facebook, WhatsApp, Telegram, dan sebagainya; makin laris dan makin cepatlah peredaran hadits-hadits lemah dan palsu kepada umat sehingga berpengaruh pada aqidah, ibadah, dan akhlak mereka. [3]

Pada tulisan berikut ini, kami akan memaparkan fenomena menyedihkan ini dengan menyingkap faktor penyebab dan solusinya, sehingga menjadi lentera bagi kita dalam menghadapi fenomena ini. [4]


Jangan berdusta atas nama Nabi!

Sesungguhnya telah mutawatir dalam timbangan ahli hadits[5] bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia bersiap-siap mengambil tempat di Neraka.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Para ulama bersepakat bahwa sengaja berdusta atas nama Rasulullah صلى الله عليه وسلم termasuk dosa besar, bahkan Abu Muhammad al-Juwaini sangat keras sehingga mengkafirkan orang yang sengaja dusta atas nama Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Dan mereka bersepakat haramnya meriwayatkan hadits maudhu‘ (palsu) kecuali disertai keterangannya (yang menjelaskan kepalsuannya), berdasarkan hadits Nabi صلى الله عليه وسلم:

مَنْ حَدَّثَ عَنِّيْ بِحَدِيْثٍ يَرَيْ أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ

‘Barang siapa menceritakan dariku suatu hadits yang dia ketahui kedustaannya, maka dia termasuk di antara dua pendusta.’ (Dikeluarkan Muslim).” [6]

Al-Imam an-Nawawi berkata, “Haram hukumnya meriwayatkan hadits maudhu‘ bagi orang yang mengetahui atau menurut prasangka kuatnya bahwa derajat hadits tersebut adalah maudhu‘. Sebab itu, barang siapa meriwayatkan suatu hadits yang dia yakin atau berprasangka kuat bahwa derajatnya adalah maudhu‘, namun dia tidak menjelaskan derajatnya, maka dia termasuk dalam ancaman hadits ini.” [7]

Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang para khatib yang biasa menyampaikan hadits-hadits lemah dan palsu dalam khutbahnya, beliau menjawab, “Tidak halal berpedoman dalam menyampaikan hadits pada suatu kitab atau khutbah yang penulisnya bukan ahli hadits. Barang siapa yang melakukan hal itu maka dia layak untuk dihukum dengan hukuman yang berat. Inilah keadaan para khatib zaman sekarang, tatkala melihat ada khutbah yang berisi hadits-hadits, mereka langsung menghafalnya dan berkhutbah dengannya tanpa menyeleksi terlebih dahulu apakah hadits tersebut ada asalnya ataukah tidak. Maka merupakan kewajiban bagi pemimpin negeri tersebut untuk melarang para khatib dari perbuatan tersebut dan menegur dari khatib yang telah melakukan perbuatan tersebut.” [8]


Dampak negatif hadits lemah dan palsu bagi pribadi dan masyarakat

Perlu dicermati juga bahwa hadits-hadits lemah dan palsu ini memiliki dampak negatif dan kerusakan yang lumayan banyak pada masyarakat, baik berkaitan dengan aqidah mereka, cara ibadah mereka, dan sebagainya.[9] Maka di antara salah satu faktor penting tersebarnya syirik, bid‘ah, pertikaian, dan kerusakan moral adalah tersebarnya hadits-hadits palsu yang dialamatkan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم. Agar lebih jelas, maka kita akan menampilkan beberapa contoh:

Contoh pertama:

إِذَا اَعْيَتْكُمُ الأُمُوْرُ، فَعَلَيْكُمْ بِأَهْلِ الْقُبُوْرِ

“Apabila kalian ditimpa kesulitan maka mintalah pertolongan kepada ahli kubur.”

Hadits yang dusta dengan kesepakatan ulama ini[10] sangat berdampak negatif bagi aqidah umat. Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata, “Hadits ini mengajak kepada perbuatan syirik kepada Allah, sebab meminta pertolongan kepada ahli kubur termasuk syirik yang amat nyata dengan kesepakatan ahli ilmu dan iman. Maka nyatalah bahwa hadits ini hanyalah buatan para pengagum kubur. Semoga Allah membalas orang yang membuatnya.” [11]

Contoh kedua:

يَكُوْنُ فِيْ أُمَّتِيْ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ مُحَمَّدَ بْنَ إِدْرِيْسَ أَضّرَ عَلَى أُمَّتِيْ مِنْ إِبْلِيْسَ، وَيَكُوْنُ فِيْ أُمَّتِيْ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أَبَا حَنِيْفَةَ هُوَ سِرَاجُ أُمَّتِيْ

“Akan datang pada umatku seorang yang bernama Muhammad bin Idris (nama Imam Syafi‘i), dia lebih berbahaya bagi umatku daripada Iblis. Dan akan datang pada umatku seorang bernama Abu Hanifah, dia adalah pelita umatku.”

Jelas sekali dampak negatif akibat hadits palsu ini, yaitu perseteruan antara Syafi‘iyah dan Hanafiyah yang dapat merusak akal dan menghancurkan bangunan! Cukuplah sebagai bukti, apa yang sering disebutkan oleh Yaqut al-Hamawi dalam kitabnya Mu‘jam Buldan, di mana dia sering mengatakan, “Kota ini hancur disebabkan perseteruan antara Syafi‘iyah dan Hanafiyah.”(!!!) [12]

Contoh ketiga:

جَنِّبُوْا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ

“Jauhkanlah anak-anak kalian dari masjid-masjid kalian.”

Hadits lemah ini[13] memiliki dampak negatif yaitu menjauhkan anak-anak dari masjid. Syaikh Muhammad Luthfi ash-Shabbagh berkata, “Saya telah menyaksikan bahaya hadits lemah ini ketika saya melihat sebagian orang awam yang jahil mengusir anak-anak dari rumah-rumah Allah dengan beralasan hadits ini sehingga melarikan anak-anak dari masjid, padahal dalam waktu yang bersamaan gereja-gereja Nasrani terbuka untuk anak-anak kaum muslimin bersama anak-anak mereka.” [14]

Contoh keempat:

الْحِدَّةُ تَعْتَرِيْ خِيَارَ أُمَّتِيْ

“Sikap keras itu perangai umatku yang pilihan.”

Syaikh al-Albani setelah menghukumi hadits ini lemah, beliau mengatakan, “Salah satu dampak negatif hadits ini adalah mengajak seorang untuk tetap bersifat keras dan tidak mengobatinya karena sifat keras merupakan perangai seorang mukmin. Hal ini pernah terjadi ketika saya berdebat dengan syaikh lulusan al-Azhar dalam suatu masalah, maka dia bersikap keras, ketika aku ingkari sikap kerasnya dia membawakan hadits ini.(!!) Tatkala saya kabarkan bahwa haditsnya lemah, dia bertambah keras.(!!) Dan dia membanggakan dirinya dengan ijazah al-Azhar dan menuntut saya dengan ijazah apakah sehingga saya berani mengingkarinya, maka saya katakan: Ijazahku adalah sabda Nabi صلى الله عليه وسلم dalam riwayat Muslim: 49: ‘Barang siapa melihat kemungkaran maka ubahlah…’.” [15]


Faktor Munculnya Hadits Lemah dan Palsu

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya hadits-hadits palsu yang disebutkan para ulama. Dan jika kita cermati secara saksama, ternyata faktor-faktor tersebut juga yang melatarbelakangi merebaknya hadits lemah dan palsu pada zaman sekarang di media sosial, di antaranya:

1. Merusah Aqidah Islam

Hal ini dilakukan oleh para zindiq (kaum munafik) tatkala mereka tidak mampu untuk merusak Islam terang-terangan, maka mereka mengambil jalan keji ini untuk menodai keindahan Islam. Hammad bin Zaid berkata, “Orang-orang zindiq memalsukan hadits kepada (diatasnamakan) Nabi صلى الله عليه وسلم sebanyak dua belas ribu hadits.” [16]

Ibnul Jauzi berkata, “Mereka ingin merusak syari‘at dan menebarkan kerancuan dan keraguan di hati orang-orang awam serta mempermainkan agama.” [17]

Contohnya, apa yang dilakukan oleh Muhammad bin Sa‘id asy-Syami tatkala dia meriwayatkan hadits dari Humaid dari Anas secara marfu‘:

أَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ، لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ، إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللهُ

“Saya adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku, kecuali bila Allah berkehendak.”

2. Fanatik Golongan

Baik fanatik karena politik yang muncul setelah fitnah seperti kelompok Khawarij dan Syi‘ah, madzhab, bahasa, kota, dan sebagainya; tiap-tiap kelompok membuat hadits palsu guna memperkuat kelompoknya, seperti hadits yang dibuat oleh kelompok Syi‘ah:

عَلِيٌّ خَيْرُ الْبَشَرِ، مَنْ شَكَّ فِيْهِ كَفَرَ

“Ali adalah sebaik-baik manusia, barang siapa meragukannya maka dia telah kafir.”

Juga hadits-hadits yang dibuat oleh para fanatik madzhab Hanafi atau madzhab Syafi‘i sebagaimana sebelumnya.

3. Anjuran Taqarrub Kepada Allah

Mereka membuat hadits palsu yang berisi anjuran untuk kebaikan dan peringatan dari perbuatan mungkar. Para pemalsu jenis ini paling jelek, sebab manusia akan menerima ucapan mereka dan mempercayai mereka karena biasanya pemalsu jenis ini dari kalangan orang yang notabene kelihatan baik dan ahli ibadah.

Contohnya, Maisarah bin Abdu Rabbihi. Ibnu Hibban meriwayatkan dalam adh-Dhu‘afa’ bahwa al-Imam Abdurrahman bin Mahdi pernah mengatakan kepadanya, “Dari manakah kamu mengambil hadits-hadits ini, ‘barang siapa membaca ini maka dia mendapatkan ini’?” Maisarah menjawab, “Saya membuatnya untuk memberikan semangat ibadah kepada manusia.”

4. Mencari Rezeki

Seperti yang dilakukan oleh para tukang cerita ketika menampilkan hadits-hadits yang menakjubkan dan menghibur agar orang-orang mendengarkan lalu memberinya uang, atau seperti yang dilakukan oleh para pedagang guna melariskan barang dagangannya.

Diceritakan, ada seorang penjual yang kurang laku, maka untuk melariskan dagangannya dia pun membuat hadits-hadits tentang keutamaan barang dagangannya, seperti: “Labu adalah makananku dan makanan umatku”, “Seandainya beras itu adalah seorang lelaki, tentu dia adalah lelaki yang shalih”, “Semangka, airnya merupakan rahmat dan manisnya seperti manisnya Surga”, dan sebagainya. Oleh karena itu, al-Hafizh as-Suyuthi berkata, “Hadits-hadits tentang keutamaan semangka, adas, dan beras semuanya tidak ada yang shahih.” [18]

5. Mencari Popularitas

Dengan menampilkan hadits-hadits aneh yang tidak ada dalam para ulama lainnya, sehingga orang-orang akan antusias untuk mengambil dan mendengarkan hadits aneh tadi darinya.

Contoh lucu tentang hal ini adalah apa yang terjadi pada seorang pendusta bernama Ma’mun bin Ahmad, di kala para ulama berselisih pendapat tentang apakah Imam Hasan al-Bashri mendengar hadits dari sahabat Abu Hurairah ataukah tidak, ternyata dia memiliki hadits yang bersanad sampai kepada Nabi bahwa beliau bersabda: “Hasan al-Bashri mendengar hadits dari Abu Hurairah”!!! [19]


Perjuangan Ulama Dalam Menghadang Hadits Lemah dan Palsu

Allah عز وجل telah berjanji akan menjaga kemurnian agama ini dengan dibangkitkannya para ulama ahli hadits yang berjuang dengan penuh kegigihan untuk menghadang dan membendung hadits-hadits lemah dan palsu[20] Pernah dikatakan kepada al-Imam Abdullah bin Mubarak, “Ini adalah hadits-hadits dusta.” Beliau menjawab, “Akan hidup para pakar/ahli yang menanganinya.”

Sufyan ats-Tsauri pernah berkata, “Seandainya ada seseorang yang berencana untuk membuat kedustaan, niscaya Allah akan membongkar kedoknya sekalipun dia sembunyi di lorong rumahnya.” [21]

Pernah ada seorang berkata kepada Yahya bin Ma‘in, “Apakah engkau tidak khawatir bila orang-orang yang engkau kritik tersebut kelak menjadi musuhmu pada Hari Kiamat?” Beliau menjawab, “Jauh lebih kusenangi bila mereka yang menjadi musuhku daripada Nabi صلى الله عليه وسلم yang menjadi musuhku, tatkala beliau bertanya padaku: ‘Mengapa kamu tidak membela sunnahku dari kedustaan?’”(!!!)[22] Tatkala disampaikan kepadanya sebuah hadits riwayat Suwaid al-Anbari, beliau mengatakan, “Seandainya saya memilki kuda dan tombak, niscaya saya akan memerangi Suwaid!!” [23]

Mereka membela hadits Nabi صلى الله عليه وسلم dari kedustaan tanpa pandang bulu. Al-Hafizh ‘Affan bin Muslim ash-Shaffar[24], salah seorang ulama ahli hadits, pernah diberi uang sebanyak sepuluh ribu dinar agar dia tidak berbicara jarh wa ta‘dil kepada para perawi, maka beliau mengatakan, “Saya tidak akan menggugurkan suatu kewajiban.”[25]

Berikut gambaran ringkas secara global tentang usaha para ulama dalam menghadang hadits lemah dan palsu yang merebak pada zaman mereka.

• Membukukan kitab-kitab hadits agar tidak hilang.

• Membukukan hadits-hadits shahih secara khusus seperti al-Bukhari dan Muslim.

• Memperhatikan sanad hadits, meneliti para perawi, dan membukukan kitab tentang keadaan para perawi.

• Membantah syubhat para penghujat hadits Nabi صلى الله عليه وسلم dari ahli bid‘ah yang mencela atau melemahkan hadits shahih.

• Membuat kaidah-kaidah dalam ilmu hadits untuk menyingkap kedustaan para pemalsu hadits.

Demikianlah jerih payah para ulama ahli hadits hingga pada zaman sekarang seperti yang dilakukan oleh Syaikh Ahmad Syakir, Abdurrahman al-Mu‘allimi, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, dan semisal mereka.


Fenomena Merebaknya Hadits Palsu Di Medsos

Media sosial pada zaman sekarang berperan besar dalam menyebarkan hadits-hadits lemah dan palsu kepada umat manusia, terutama lewat internet (website, Facebook, WhatsApp), SMS, dan sebagainya. Bahkan kadang-kadang disertai kalimat-kalimat motivasi untuk menyebarkan dan ancaman bagi yang tidak menyebarkan, seperti: “Share sebanyak-banyaknya agar saudara kita sadar”, “Semoga yang menshare artikel ini mendapat surga. Amin”, “Dosa jika engkau tidak menshare ini”, dan sejenisnya. Parahnya, kadang artikel hadits dusta tersebut dibingkai indah dan menarik dengan aplikasi/software grafis (pengolah gambar/foto).


Faktor Merebaknya Hadits Palsu Di Medsos

Sebelumnya, telah kami sampaikan beberapa faktor yang mendorong para pendusta untuk menyebarkan hadits lemah dan palsu, baik untuk merusak agama, fanatik, mengajak kepada kebaikan, cari popularitas, dan sebagainya. Jika kita cermati faktor-faktor tersebut, sebenarnya tak jauh beda dengan faktor yang mendorong merebaknya pada zaman sekarang. Hanya, mungkin ada beberapa faktor lainnya juga yang perlu kami sebutkan di sini, yaitu:

• Murah meriahnya ongkos penyebarannya.

• Mudahnya penyebarannya tanpa izin kepada pihak resmi siapa pun.

• Penyebarnya tidak dikenal karena sering kali pengguna medsos memakai nama samaran.

• Luasnya jangkauan dan cepatnya penyebaran.

• Banyaknya pengguna medsos di berbagai negara di dunia.

• Menggunakan gelar-gelar dan kepopuleran nama untuk penyebaran.

• Memanfaatkan momen-momen penting untuk penyebaran seperti puasa, Sya‘ban, dan sebagainya.


Terapi Dan Solusi

Sesungguhnya fenomena merebaknya hadits lemah dan palsu di media sosial adalah fenomena pahit dan meresahkan bagi setiap orang yang cemburu terhadap agamanya. Maka dari itu, merupakan tanggung jawab kita semua untuk berjuang menghadang dan membendung fenomena ini.

Setelah kita cermati, ternyata solusi menghadang fenomena ini melibatkan tiga kalangan: penyebar, penerima, dan ahli ilmu. Maka kita urut solusinya pada tiga bagian sebagai berikut:

Pertama: Solusi Bagi Penyebar

Mungkin saja para pengguna medsos yang men-share/menyebarkan atau me-like/menyukai berniat baik. Hanya, betapa banyak orang berniat baik tetapi tidak meraihnya. Kecuali kalau mereka adalah ahli bid‘ah atau pengekor hawa nafsu, maka itu urusan lain (Baca: pasti berniat buruk!). Oleh karena itu, solusinya adalah langkah-langkah berikut:

• Hendaknya dia takut kepada Allah dan mengingat bahwa menyandarkan hadits palsu kepada Nabi صلى الله عليه وسلم adalah dosa besar.

• Selektif dalam men-share hadits serta meneliti keshahihannya terlebih dahulu sebelum dia menyebarkannya di medsos.

Kedua: Solusi Bagi Penerima

Bila penerima mendapat kiriman hadits Nabi صلى الله عليه وسلم, maka hendaknya dia mengecek kebenarannya dengan berbagai cara baik dengan mengecek kitab aslinya jika mampu, bertanya kepada ustadz yang terpercaya dan ahli di bidang hadits atau cara-cara lainnya.

Dan hendaknya kita tidak tertipu dengan penyandaran yang tertera di medsos. Betapa sering terjadi sebuah hadits disandarkan oleh orang-orang jahil kepada al-Bukhari atau Muslim, padahal ternyata itu dusta untuk melariskannya!!

Mungkin penting kami sampaikan di sini, kaidah-kaidah umum dan global untuk mengetahui tanda-tanda hadits palsu, karena memang hadits yang mungkar dan palsu itu membuat hati penuntut ilmu menjadi geli dan mengingkarinya. Rabi‘ bin Hutsaim berkata:

إَنَّ لِلْحَدِيْثِ ضَوْءًا كَضَوْءِ النَّهَارِ تَعْرِفُهُ, وَظُلْمَةً كَظُلْمَةِ اللَّيْلِ تُنْكِرُهُ

“Sesungguhnya hadits itu memiliki cahaya seperti cahaya di siang hari sehingga engkau dapat melihatnya. Dan memiliki kegelapan seperti gelapnya malam sehingga engkau mengingkarinya.” [26]

Perlu diketahui bahwa hadits palsu itu memiliki beberapa tanda secara umum:

• Ucapan tersebut tidak menyerupai ucapan para Nabi صلى الله عليه وسلم.

• Ucapan tersebut lebih menyerupai ucapan dokter dan ahli tarekat sufi.

• Bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang paten dalam agama Islam.

• Lucunya makna yang terkandung dalam hadits tersebut. [27]

• Tidak adanya hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits yang penting seperti kitab-kitab sunan dan musnad.

Ketiga: Solusi Untuk Ahli Ilmu

Tugas para ahli ilmu, mubaligh, ustadz, dan da‘i sangat diperlukan untuk membendung fenomena ini dengan cara:

• Menyampaikan bahaya penyebaran hadits palsu, baik dalam khutbah Jum‘at, tulisan, kajian, website dan WhatsApp, atau TV dan radio.

• Menyebarkan hadits-hadits shahih, karena hadits palsu itu menyebar tatkala hadits shahih kurang tersebar.

• Membuat website, WhatsApp, atau Telegram yang ditangani oleh para penuntut ilmu yang perhatian dengan hadits untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hadits yang beredar di medsos.

Akhirnya, kita mohon kepada Allah تعالى agar menjadikan kita semua termasuk pembela-pembela Rasulullah صلى الله عليه وسلم dari segala hujatan dan kedustaan yang dialamatkan kepada beliau. Amin ya Rabbal‘alamin.


[Cerkiis.blogspot.com, Disusun oleh Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi]

Footnote :

[1]  Al-Maudhu‘at, ash-Shaghani, hlm. 4.

[2]  Lihat Tadrib Rawi as-Suyuthi 1/335!

[3]  Lihat dampak-dampak buruknya dalam al-Atsar as-Sayyi’ah lil Wadh‘i fil Hadits Nabawi wa Juhudul Ulama fi Muqawamatihi oleh Dr. Abdullah bin Nashir asy-Syaqari, di Majalah Jami‘ah Islamiyah, edisi 120, hlm. 109–171!

[4]  Kami banyak mengambil faedah dari risalah Intisyarul Ahadits adh-Dha’ifah ‘Abra Wasa’il Ittishal Haditsah karya Dr. Umar bin Abdillah al-Muqbil, dengan tambahan beberapa referensi lainnya.

[5]  Al-Hafizh al-‘Iraqi berkata dalam al-Arba‘una al-‘Usyariyah hlm. 136, “Hadits ini termasuk hadits yang sangat populer, sehingga dijadikan contoh hadits mutawatir, diriwayatkan dari seratus sahabat lebih, di antara mereka adalah sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira sebagai calon penghuni Surga.” (Lihat pula Fat·hul Bari Ibnu Hajar 1/203, Syarh Shahih Muslim an-Nawawi 1/28, Nazhmul Mutanatsir al-Kattani hlm. 35, Ada’u Ma Wajab Ibnu Dihyah hlm. 26, Silsilah adh-Dha‘ifah al-Albani 3/71–73, Juz Hadits Man Kadzaba ath-Thabarani!)

[6]  Nuz·hatun Nazhar fi Taudhih Nukhbah Fikar hlm. 122

[7]  Syarh Muslim 1/30. Lihat pula nukilan-nukilan ucapan para ulama lainnya tentang masalah ini dalam kitab Tahdzir al-Khawwash min Akadzib al-Qushshash hlm. 20–37 karya al-Hafizh as-Suyuthi!

[8]  Al-Fatawa al-Haditsiyah hlm. 63

[9]  Silsilah al-Ahadits adh-Dha‘ifah 1/40–47 secara ringkas

[10] Lihat at-Tawassul wal Wasilah Ibnu Taimiyah hlm. 174!

[11] Lihat ad-Du‘a’ Muhammad bin Ibrahim al-Hamd hlm. 108!

[12] Al-Aqwal Syadzah fi Tafsir hlm. 223 karya Syaikhuna al-Fadhil Dr. Abdurrahman ad-Dahsy.

[13] Lihat ats-Tsamarul Mustathab al-Albani 1/585!

[14] Ta‘liq al-Asrar al-Marfu‘ah, Mula Ali al-Qari hlm. 183 secara ringkas.

[15] Silsilah al-Ahadits adh-Dha‘ifah no. 26

[16] Adh-Dhu‘afa’ 1/14 oleh al-‘Uqaili, al-Kifayah hlm. 431 oleh al-Khathib al-Baghdadi.

[17] Al-Maudhu‘at 1/18

[18] Ad-Durar al-Muntasyirah hlm. 503. Ibnul Qayyim juga mengatakan, “Di antara hadits-hadits palsu adalah hadits-hadits tentang semangka, ada buku khusus mengenainya. Imam Ahmad berkata, ‘Tidak ada satu pun hadits shahih dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم tentang semangka; hanya, Nabi صلى الله عليه وسلم pernah memakannya.” (al-Manarul Munif hlm. 130)

[19] Lihat Taisir Musthalah Hadits Dr. Mahmud ath-Thahhan hlm. 76–77 dan Nuz·hatun Nazhar Ibnu Hajar hlm. 118–121!

[20] Lihat al-Wadh‘u fil Hadits Nabawi 1/218, al-Wadh‘u wal Wadha‘una fil Hadits Nabawi hlm. 39–55.

[21] Dzammul Kalam al-Harawi no. 913

[22] Al-Kifayah fi Ilmi Riwayah, al-Khathib al-Baghdadi, hlm. 61.

[23] Mizanul I‘tidal, adz-Dzahabi, 2/250.

[24] Tarikh Baghdad, al-Khathib al-Baghdadi, 12/269.

[25] Lihat kisah-kisah menarik lainnya dalam buku Qashashun wa Nawadir li A’immatil Hadits fi Tatabbu‘i Sunnati Sayyidil Mursalin wa Dzabbi ‘Anha oleh Syaikh Dr. Ali bin Abdillah ash-Shayyah!

[26] Al-Kifayah fi Ilmi Riwayah al-Khathib al-Baghdadi hlm. 605, al-Maudhu‘at Ibnul Jauzi 1/147.

[27] Lihat al-Manar al-Munif Ibnu Qayyim hlm. 50–102!

[28] Tahdzir Sajid, al-Albani, hlm. 75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By