Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]
Catatan Ukhty: Tangan-Tangan Setan Masih Mencengkeram Iran (2)
Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]

Breaking News

Kamis, 25 Mei 2017

Tangan-Tangan Setan Masih Mencengkeram Iran (2)

Tangan-Tangan Setan Masih Mencengkeram Iran (2)
Indonesian Free Press -- Saking semangatnya membela Iran, saya sampai lupa melakukan konfirmasi ketika menulis 'tidak ada pejabat Iran yang sekolah atau bekerja di Barat'. Nyatanya, Presiden Rouhani adalah lulusan Glasgow University di Skotlandia, dan Menlu Mohammad Javad Zarif bahkan selama 11 tahun bersekolah di San Francisco State University (B.A.) dan University of Denver (M.A.), (Ph.D.). Sejumlah besar 'elit' penguasa Iran ternyata juga lulusan Amerika, termasuk anggota-anggota keluarga mantan presiden Iran yang juga pemimpin revolusi Iran, Hashemi Rafsanjani.

Dan jangan lupa. Pemimpin Tertinggi Iran dan pemimpin revolusi sekaligus pendiri negara Republik Islam Iran, Ayatollah Khomeini, selama belasan tahun tinggal di Perancis dan bergaul erat dengan elit-elit Barat.

Pada titik inilah, saya percaya penuh bahwa Iran tidak kebal dari kejahatan konspirasi zionis global penyembah dajjal. Dan dengan menggunakan akal yang saya punyai, fakta-fakta sejarah yang ada sebagaimana telah saya tulis dalam beberapa tulisan sebelumnya, saya percaya sepenuhnya bahwa tangan-tangan setan masih mencengkeram Iran.


"Presiden Rouhani, adalah anak didik dari miliuner dan 'godfather' politik Akbar Hashemi Rafsanjani. Setidaknya, sebagian dari anak buah Rafsanjani membentuk semacam “Deep State” di Iran yang berhubungan dengan mantan orang-orangnya Shah Pahlevi, inteligen barat, keluarga Rothschilds, dan freemasonri. Secara singkat, para terduga aktifis New World Order … Tidak heran jika media-media utama (MSM) memujinya sebagai 'reformist'," tulis editor Veterans Today Kevin Barrett, 13 Mei, berjudul 'Insider spills secrets: Western-freemasonic coup attempts against Iran'.

Kevin Barrett pun mengutip pernyataan Barry Lanza, mantan agen CIA yang menjalin hubungan dekat, bahkan menjadi menantu dari keluarga elit Iran yang terlibat dalam 'Deep State' di Iran. Lanza menulis:

“Keluarga istri saya, Hessaby adalah bagian dari Dinasti Qajar. Banyak dari mereka yang menjadi pejabat regim Shah Pahlevi dan diam-diam bekerja untuk kepentingan yahudi. Seorang anggota keluarga Hessaby mendirikan University of Tehran di bawah pemerintahana Mossedegh. Kerabat istri saya turut mendirikan perusahaan National Iran Oil Company di London. Keluarga istri saya masih menjalankan yayasan di Iran yang bergerak di bidang penelitian nuklir. Mereka tampaknya memiliki hubungan dengan Keluarga Rothschild.”

Barry bahkan mengetahui detil kudeta tahun 1988 di Iran yang dijalankan CIA dan pemboman pesawat Pan Am 103 di Lockerbie, Desember 1988, yang dilakukan 'Deep State' Iran untuk menghancurkan kepentingan keluarga Shan Pahlvei. Ia bahkan mengetahui adanya hubungan serangan WTC 2001 dengan Iran.

Barry Lanza adalah menantu dari Dr. Mehdi Hessabi, yang menurut pengakuan Lanza adalah seorang mata-mata Inggris di Iran yang dijatuhi hukuman penjara oleh regim Shah, namun mendapat amnesti. Sebelumnya Hessabi adalah seorang gubernur di pemerintahan kolonial Inggris hingga regim Shah. Ia aktifis freemason di Inggris, Perancis, Scotlandia, Michigan-Amerika, Iran, dan California-Amerika. Pada Desember 1977 ia pindah ke Paris untuk merancang revolusi Iran dan menempatkan Khomeini sebagai pemimpin tertinggi Iran, bersama pemimpin polisi rahasia Iran (SAVAK) Jendral Fardoust dan Pakravans.

Tentang Pakravans sendiri, Wikipedia menulis bahwa ia adalah sahabat dekat Khomeini. Ketika KHomeini dijatuhi hukuman mati oleh Shah Pahlevi tahun 1963, ia menemui Shah untuk meminta amnesti bagi Khomeini. Shah setuju, namun dengan syarat Khomeini harus diusir. Pakravans kemudian menghubungi pemimpin Shiah Ayatollah Shariatmadari untuk merancang pembebasan Khomeini. Shariatmadari kemudian mengangkat Khomeini menjadi Ayatollah sebagai syarat pemberian amnesti.

Namun nasib mengenaskan justru kemudian harus ditanggung Shariatmadari dan Pakravans paska revolusi yang berhasil mengangkat Khomeini sebagai pemimpin tertinggi Iran tahun 1979. Ayatollah Shariatmadari, sebagaimana telah ditulis di blog ini, meninggal dalam tahanan rumah setelah sebelumnya disiksa regim Khomeini. Sementara Pakravans, dihukum mati.

Ini mengingatkan saya (blogger) pada beberapa orang yang saya kenal. Mereka meraih puncak karier setelah mengorbankan beberapa teman dan orang dekatnya sendiri. Entah sadar atau tidak, mereka sudah menjalankan ritual 'pengorbanan darah' untuk setan, atau semacam ritual 'pesugihan'.(ca)


(Bersambung),

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By