Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]
Catatan Ukhty: Cara Emha Ainun Najib Memaknai Pidato Prabowo*
Please Enable JavaScript!
Mohon Aktifkan Javascript![ Enable JavaScript ]

Breaking News

Sabtu, 24 Maret 2018

Cara Emha Ainun Najib Memaknai Pidato Prabowo*

Cara Emha Ainun Najib Memaknai Pidato Prabowo*
TEMPO.CO, Jakarta - Budayawan Emha Ainun Nadjib turut mengkomentari pidato Ketua Umum Gerindra Prabowo Subiantoyang memperkirakan Indonesia bubar pada 2030. “Asumsi Amerika bahwa Indonesia bubar tahun 2030 itu jangan lalu disalahartikan Indonesia banjur ora ono (lalu tidak ada),” ujar Cak Nun, panggilan Emha di rumahnya, Kampung Kadipiro, Yogya, Jumat 23 Maret 2018.

Menurut Cak Nun, bubarnya Indonesia seperti dikutip buku fiksi karya ahli strategi Amerika Serikat Peter Warren Singer, GhostFleet merujuk pada hilangnya kendali-jati diri bangsa Indonesia di atas negerinya sendiri. “Bubar di sini bukan artinya gedung-gedung lalu runtuh dan kintir (hanyut) ke laut semua, ora ngono (bukan begitu),” ujarnya.
Menurut Cak Nun, Indonesia pada 2030 justru menjadi negara yang besar dengan kemajuan pesat. Industri membesar, perekonomian berkembang, pertanian melesat dan daya beli masyarakat membaik. Ia memperkiarakan Indonesia dan negara Asia Pasifik akan menjadi negara adikuasa, pusat putaran ekonomi dunia.
Sedangkan Amerika dan Eropa berbalik menjadi negara dunia kedua. Sedangkan sejumlah negara di Afrika diprediksi tetap menjadi negara dunia ketiga. “Yang jadi masalah, koe tetep dadi jongos (kamu tetap menjadi pelayan). Indonesia bukan lagi milikmu, anda bukan bosnya,” ujarnya.
Sebagian besar rakyat Indonesia di tahun 2030 nanti, ujar Cak Nun, akan tetap dalam posisi menjadi pegawai rendahan yang tergantung pada para pemilik modal yang menguasai aset Indonesia. Agar situasi menjadi jongos di negeri sendiri itu tak terjadi, rakyat harus belajar memiliki martabat dengan berkuasa atas dirinya sendiri. Bukan bergantung.
“Ayo belajar punya martabat, jangan ngemas-ngemis terus seperti sekarang. Itu yang hilang sekarang.” Kehilangan terbesar bangsa Indonesia bukanlah harta benda seperti kekayaan alam dan sebagainya. “Yang hilang itu martabat, kita tak punya konsep jelas tentang harga diri.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By